Hari Kesedihanku
(Firman)
Hari ini adalah hari pernikahan mu, dan kau telah menerima undangan pernikahan darimu. Aku menerimanya dengan lengkap, dengan perasaan yang kau titipkan, dan dengan rasa ku yang kau hancurkan. Memang aku tak tau alasan mu menghancurkan hatiku. Tapi telah ku terima semuanya, biarkan aku yang terluka, semua sudah bisa ku atasi sendiri dalam keheningan.
Lali saat ini aku sedang bersiap ke pernikahan mu, memakai pakaian terbaik ku, untuk memenuhi undangan mu. Bisa dibilang aku berlebihan dalam merangkai senyum ini, karena hatiku sedang tak tersenyum saat ini. Tapi harus bagaimana lagi, aku harus menghadirkan senyum terindah saat ke pernikahan mu. Aku tak mau diusir karena meneteskan air mata, aku ingin melihat mu bahagia, sampai akhir, sampai nanti.
Masihkah kau ingat diriku dalam hatimu?, ku kira jangan, hal itu hanya akan mempersulit mu. Jangan kau nodai hari ini dengan ingatan itu, dan aku juga sedang berusaha tak menodainya dengan air matak ku. Agar tak ada tempat bagi kenangan untuk masuk, pada masa-masa kosong di masa depan. Maka hapus lah itu semua, dan aku juga akan menghapusnya pula.
***
“Fir, Ayo!!” tanpa mengetuk pintu Rani masuk.
“Iya, sebentar.” Aku menyembunyikan hancurnya hatiku pada semua orang.
Rani pun meninggalkanku di kamar untuk menyiapkan diri, dan dia tak tau yang ku sembunyikan. Aku kembali merias wajah ku dengan senyuman, merapikan rambut ku yang telah rapi, serta aku juga merapikan baju terbaik ku. Aku sudah siap, aku sudah siap dengan semuanya, aku sudah menyiapkan diriku dengan segala kemungkinan. Baiklah aku berangkat, aku berangkat ke tempatmu, aku berangkat ke pernikahan mu.
Aku membuka pintu, dan ku lihat Rani, Abi, dan Dimas sudah menunggu ku dari tadi. Aku masih tak habis pikir, kenapa meraka begitu setia menunggu ku di sini. Entah karena kesetiakawanan, atau karena ingin menguatkan ku di hari rasa ku telah terbunuh. Tapi aku yakin mereka sahabat-sahabat setia ku, baik pada masa senang ku, atau masa susah ku.
Mereka mengiringi ku ke tempat Lail, ke tempat pernikahan mu, ke tempat rasa ku akan hancur. Lail harus engkau tau, aku berkali-kali menguatkan diriku, sekali lagi, dan lagi, agar aku bisa tegar disana. Semoga dengan adanya teman-temanku, aku bisa lebih kuat menghadapi ini semua. Lail, aku ingin kau tau, dalam balutan raga yang terlihat kuat ini, ada hati yang sudah hancur berkeping-keping disebabkan undangan darimu.
Bersama senyum ini ku larutkan pula rasa ku, semoga ia hilang bersama aliran waktu yang terus berlalu. Aku melepasnya dengan keikhlasan, sebab saat rasa ini datang, ia datang dengan keikhlasan pula. Biarkan hati ini hidup untuk sekali lagi dengan melepaskan perasaan ku padamu. Agar semua baik-baik saja.
Aku tak melepasnya dengan rasa benci, karena rasa benci tak patut mengiringi rasa ini pergi. Aku hanya ingin melepaskan rasa ini, bukan untuk melupakanya, tapi untukku simpan dalam ruang abadi. Ruang khusus untuk beribu kenanganku sendiri, ruangan dengan penyimpanan paling rapi, ruang kenangan ku di sudut hati paling sunyi.
Lail, walau rasa kita tak bisa bersua, rasa ku kandas oleh kecewa, tapi aku mengerti itu adalah hal terbaik bagi kita. Semua yang telah terjadi pada rasa ku padamu, dan rasa mu padaku, telah menjadi suratan. Aku tak menyesal akan hal itu, aku juga tak membencinya, setidaknya aku bisa menyimpannya dalam rak kenangan ku. Seperti kenangan-kenangan yang telah usai, aku akan simpan dalam daftar kenangan di sudut hatiku yang paling sunyi.
Lail, perempuan cantik yang datang dalam hidupku, terima kasih telah memberi warna, walau harus berlalu. Terima kasih telah menetap walau hanya sebagai tamu, terima kasih telah datang dalam hidupku yang beku. Meski dirimu tak benar-benar menjadi milikku, meski aku tak tau apa nama dari rasa ku padamu. Terima kasih telah mau menjadi teman kala sepi menyerang ku.
Aku masih ingat kala itu, saat engkau terdiam di depanku, ketika aku melamarmu. Saat itu memang aku berniat untuk melamarmu, dan aku telah siap dengan jawabanmu. Tapi kamu malah terdiam, membiarkan ku terus bicara mengungkap rasa, sampai aku kehabisan kata. Aku tak tau kenapa kamu terdiam, walau kalimat terakhir yang keluar darimu adalah kekecewaan. Tapi aku yakin itu bukan rasa kecewa, kalimat mu adalah kaimat untuk membuat ku lebih memperjuangakan mu sekali lagi.
***
Boleh aku berpendapat, saat itu aku sempat bingung dengan kebungkamanmu. Kenapa kamu terdiam seperti itu?, apa ada yang salah dengan kalimat ku, hingga membuat mu terdiam memendam rasa. Atau hatimu tak berkenang dengan apa yang aku ungkapkan, hingga engkau hanya terdiam dalam kebisuan. Aku sungguh kebingungan saat itu, ada rasa takut pula di dalamnya, apa yang aku ungkapkan menyakiti hatimu? Semua yang ku ucapkan saat itu, seakan salah kaprah, menurut ku.
Bisa dibilang, aku sungguh ketakutan saat itu, aku benar-benar berhati-hati memilih kata, agar kamu tak tersinggung. Kadang aku terdiam, memberi kesempatan padamu untuk bicara, tapi engkau tetap saja dalam kebisuan. Aku pun caba mencari alasan untuk memperjelas maksudku, semuanya ku lakukan agar engkau tak salah mengartikan. Bicara denganmu itu sulit lho, jangan kira memahami perasaanmu, atau memahami perasan perempuan itu mudah. Bicara denganmu adalah hal tersulit yang pernah ku rasakan.
Sebenarnya waktu itu aku pun juga ragu, aku pun juga meragukan diriku sindiri. Aku ragu karena diriku tak yakin alasan ku dapat meyakinkan mu hidup bersamaku. Sekali lagi semua tentang diriku tak bisa membuatku yakin, bisakah engkau terima dengan utuh. Mungkin hanya itu keraguan yang tak bisa ku singkirkan, dan keraguan itu terus menyiksa dari awal aku menaruh rasa, hingga engkau menoreh luka.
Semua tentang keraguan ku belum sempat terbayarkan, hingga undangan mu datang mengabarkan pernikahan. Sebelumnya aku tak percaya, sebab saat kau meninggalkanku dengan tanda tanya, aku masih menemukan harapan. Pertemuan itu memang menyisakan tanda tanya besar dalam hatiku, dan hal itu menyisakan rasa bimbang yang parah.
Tapi aku berusaha sangat keras untuk menahan khayalan yang melampaui batas. Aku tahan diriku, agar kamu tidak merasa tersakiti oleh perasaan ku sendiri. Rasa ku memang belum terbalas, tapi aku yakin semua yang ku rasakan menemui hal yang indah. Walaupun aku tetap saja tak berani berkhayal terlalu jauh, dan aku harus merusaha keras mengekang keinginan.
Lali, saat engkau tersenum dan pamit kepadaku, aku merasa ada yang indah dibalik senyuman itu. Tapi aku tak mampu menafsirkannya lebih jauh, aku tak ingin menaruh harap pada senyman itu. Aku hanya ingin membayangkan hal yang paling sederhana dalam senyuman itu. Aku hanya menafsirkannya sebagai senyuman dari seorang teman. Salahkah itu?
Semoga penafsiranku tak salah, semoga aku tak terlau berharap akan senyuman mu. Oleh sebab itu, kini aku bisa mengikhlaskanmu saat bersama dengan orang lain. Karena itu pula air mataku tak tumpah di depanmu saat ini. Selain itu aku bisa berdiri di sini, dengar tegar, serta memberi ucapan selamat kepadamu dengan cara ku sendiri.
***
Tapi aku masih bertanya-tanya, sejak saat itu kenapa engkau sering menyakan kabar ku. Berapa hari setelah itu, kenapa dirimu selalu tersenyum ketika kita berjumpa. Senyum yang sama, senyuman yang sama kala engkau meninggalkanku dengan segudang tanda tanya. Engkau selalu meberikan senyuman yang sama, seperti saat dirimu tak menjawab lamaran ku. Senyum yang sama, senyuman penuh makna.
Lail, aku tau ada makna dibalik senyum mu itu. Ada sebuah rasa yang ingin engkau sampaikan lewat senyuman itu. Tapi jujur saja, aku tak mengerti dengan senyum mu itu, aku tak bisa menafsirkannya. Aku butuh bantuan mu untuk menafsirkan makna dibalik senyuman yang engkau lukiskan.
Lail, jika rasaku ini percuma, mengapa engkau memberi senyum penuh makna di baliknya? Jika rasaku ini tak terbalas, mengapa engkau masih mengundang tanya ‘kenapa’? Jika rasa ku ini salah, kenapa tidak engkau kandaskan saja rasa ku dengan penolakan? Dengan kebungkaman mu itu, dengan kalimat tunggu darimu, aku telah menumbuhkan rasa harap atas dirimu. Tanpa ku tau bagaimana lagi untuk menafsirkan harapan yang engkau berikan lewat senyum manis mu.
Memang, sebagian besar tatap dan senyum manis seorang gadis memiliki arti di baliknya. Kedua hal itu selalu mempunyai maksud yang sulit untuk ditafsirkan. Aku pun tak kuasa menafsirkannya, dan aku takut, sangat takut untuk mengartikannya.
Jika saja ada rumus pasti untuk menafsirkan hal itu, akan ku pelajari walau harus menghabiskan sisa umur ku. Aku ingin tau tentang arti dari tatap dan senyuman manis itu, meski pun hal itu menyakiti ku. Jujur, senyum mu tetap menjadi misteri bagiku, tetap menjadi tanda tanya besar yang tak ku tau kapan bisa terjawab.
Tapi semua itu sudah terjawab sekarang, tak perlu ada lagi harap untuk rasa yang ku rasakan. Semua sudah terjawab bersama undangan yang kau kirimkan, ditambah penolakan terhadap lamaran ku. Semua telah terjawab dengan undangan yang menjelaskan perasaanmu terhadap ku. Aku menangkap semua yang coba engkau sampaikan melalui undangan pernikahan mu. Aku terima, aku menerimanya dengan lengkap, semua jawaban atas pertanyaan ku dahulu.
***
Lail, sebenarnya aku ingin engkau lebih bersabar, sedikit lagi, sejengkal saja. Telah ku persiapkan semuanya, telah ku rencanakan semuanya agar kamu nyaman hidup bersamaku nanti. Sedikit lagi, sekejap saja kamu mau bersabar, semua akan terpenuhi, untukmu, untuk keluarga kecil kita nanti. Aku hanya tinggal menghitung hari, dan semua akan terwujudkan. Aku hanya meminta kesabaran mu untuk sesaat saja.
Bukan aku ingin membuat mu gelisah dengan menunggu, tapi aku hanya ingin mempersiapkannya dahulu agar dirimu nyaman bersamaku. Aku tak ingin membawamu masuk dalam penderitaan hidupku, maka dari itu aku mengusahakan semunya agar engkau merasa nyaman. Hanya itu yang ku inginkan bersamamu.
Tapi apalah daya ku, roda takdir telah menentukan segalanya, dan inilah hasilnya. Aku memang tak bisa membuat dirimu lebih lama menunggu, aku pun sadar dirimu butuh kepastian, dan orang itu yang bisa memberikannya. Orang itu yang bisa memberikan kepastian kepadamu, bukan aku. Aku bukan orang yang bisa memberikan kepastian untukmu, dan aku sadar itu.
Lail, aku ucapkan terima kasih untuk semua hal tentang dirimu yang membuat ku bahagia. Aku yakin ada makna indah dibalik pertemuan kita, makna yang hanya diriku dan dirimu sendiri yang mengerti. Lail, aku juga minta maaf, jika rasa ku ini mengganggu mu, maaf telah menghadirkan luka di hatimu tanpa sadar ku. Aku juga minta maaf telah lancang singgah di hatimu tanpa memberi kepastian yang engkau minta. Maaf untuk segala bentuk janji yang tak dapat ku wujudkan.
Mungkin jika nanti, suatu saat nanti kita bertemu lagi, bersama dengan orang-orang yang kita bawa sendiri. Aku ingin hubungan pertemanan kita tetap baik. Aku tak ingin mengulang masa lalu, dan ku harap kau juga tak terpaku dengan masa lalu itu. Setelah semua ini, aku harap tak ada air mata yang jatuh tanpa sebab, baik itu karena masa lalu atau karena keputusanku. Aku terima semuanya, dan ku harap dirimu bahagia bersama pilihanmu.
Sementara ini, mungkin aku akan sendiri dulu, mengasingkan diri dalam kesunyian. Aku ingin mencoba untuk mengendapkan semuanya, menunggu airnya menjadi jernih. Seperti biasanya, aku ingin berdiam dalam renunganku, semoga aku bisa menemukan ketenangan. Doakan saja.
***
Lail sekarang aku tau siapa dia, aku tau lelaki yang engkau terima sebagai belahan jiwamu. Aku mengenalnya, tak terlalu dekat, tapi aku tau siapa dia. Dia adalah senior ku, seseorang yang pernah mengajari ku tentang satu atau dua hal. Dia orang yang baik dan sangat bertanggung jawab, dan jika dia yang pilih, aku merelakannya.
Kini aku duduk di hadapanmu, bersama dengan tamu yang engkau undang, bersama teman-temanku, dan aku masih tersenyum bersama mereka. Memang aku tak duduk di sampingmu, aku tak mampu mewujudkan mimpi itu. Mungkin inilah kegagalan yang sering ku terima, tak pernah bisa mewujudkan mimpiku sendiri. Karena hal itulah aku menjadi orang yang gagal, serta menjadi alasan ku takut untuk mencobanya lagi.
Tapi sungguh, aku bahagia, lihatlah senyum yang selalu ku lukis pada wajah ku. Aku bahagia dengan pilihanmu, ya, aku tetap bahagia. Aku bahagia sebab engkau menemukan orang yang tepat untuk membimbingmu. Dia adalah orang baik, dengan segala sifat baik yang ia miliki, aku yakin itu. Seperti yang sudah ku janjikan, aku tak akan menangis di depanmu, dan memang tak perlu ada air mata untuk hari ini.
Lail, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu, tapi tak bisa langsung ku utarakan di depan banyak orang. Aku tau hal itu berbahaya, dan hal itu sangat dilarang untuk sekarang. Akan ku sampaikan itu melalui senyuman ini saja, dibalik senyum bahagia atas pernikahan mu. Aku menyembunyikan kenyataan bahwa akan sangat sulit menghilangkan rasa ku padamu. Aku mungkin butuh waktu sedikit lebih lama dari biasanya, untuk menghapus rasa yang tak pantas ku pertahankan. Semua itu akan jadi renungan sepanjang hidupku. Terima kasih Lail, atas kebahagiaan yang tanpa sadar engkau berikan padaku. Aku minta maaf pula, atas kesalahanku menafsirkan semuanya, hingga aku jatuh cinta.
Sekian
Sismaku@
Malang, 8 April 2019
1 Komentar
Admin numpang promo ya.. :)
BalasHapuscuma di sini tempat judi online yang aman dan terpecaya di indonesia
banyak kejutan menanti para temen sekalian
cuma di sini agent judi online dengan proses cepat kurang dari 2 menit :)
ayo segera bergabung di fansbetting atau add WA :+855963156245^_^
F4ns Bett1ng agen judi online aman dan terpercaya
Jangan ragu, menang berapa pun pasti kami proseskan..
F4ns Bett1ng
"JUDI ONLINE|TOGEL ONLINE|TEMBAK IKAN|CASINO|JUDI BOLA|SEMUA LENGKAP HANYA DI : WWw.F4ns Bett1ng.COM
DAFTAR DAN BERMAIN BERSAMA 1 ID BISA MAIN SEMUA GAMES YUKK>> di add WA : +855963156245^_^