Hari
Pernikahanku (Lail)
Di depan kaca rias Lail mendapati dirinya dalam balutan baju pengantin istimewa. Hari ini Lail menikah, bisa dibilang menikah dengan lelaki pilihan ibunya, atau pilihannya sendiri. Lail memang menikah dengan lelaki pilihan ibunya, tapi dia juga ikut menyetujuinya kan? Jadi bisa dibilang ini juga pernikahan yang Lail inginkan untuk dirinya.
Lail duduk di depan cermin, sedang dirias agar terlihat lebih cantik di hari pernikahannya. Lail harus menjadi paling cantik, ialah ratu sehari saat ini, agar orang tau Lail lah yang jadi pengantinnya. Lail di rias sangat cantik, sanggat anggun layaknya ratu dalam cerita legenda masa lalu. Lail seperti ratu-ratu tanah jawa yang siap bersanding dengan sang raja di singgasana.
Tak berapa lama pun riasan Lail selesai, para perias pun meninggalkan Lail sendiri. Kini Lail benar-benar sendiri, berteman cermin yang memantulkan bayangannya sendiri. Ia menatap wajah dalam cermin, wajah yang telah dirias dengan begitu cantik. Lail kagum dengan dirinya sendiri, ia kagum akan keindahan mata, hidung, dan wajahnya sendiri. Selain itu ia juga mengagumi kecantikan yang tersimpan dalam dirinya sendiri.
“Inilah harinya, ini hari ku harus lepas dari ayah, dan berpindah ada lelaki yang akan menjadi ayah dari anak-anakku,” Lail tersenyum pada bayangannya sendiri.
“Lail, persiapkan dirimu!, kamu sudah menjadi milik orang lain,” Lail menasehati dirinya sendiri.
Lail pun sadar, jika ia telah menjadi milik orang lain, apakah kebebasan yang diberikan orang tuanya, akan didapat pula dari suaminya? Lalu bagaimana dengan masalalunya? “Bagaimana dengan orang itu Lail?, apakah orang itu bisa seperti ayah?” tanya Lail pada dirinya sendiri. “Ayah dari anak-anakmu dan ayah untukmu Lail?” Lail semakin diburu oleh rasa was-was.
Tiba-tiba Lail mulai teringat dengan Firman, ia kembali teringat akan sosok lelaki yang hampir mirip dengan ayahnya. Lail telah menemukan sosok ayahnya yang telah tiada, saat bertemu dengan Firman. Lail tahu benar perasaannya pada Firman, Firman adalah orang yang menggantikan sosok ayahnya. Di mata Lail, Firman adalah sosok yang lembut, penyabar, dan selalu kuat menghadapi masalah. Mungkin karena itulah Lail jatuh hati pada Firman, sifat Firman mengingatkannya pada sosok almarhum ayahnya.
***
“Mungkin jika bukan karena Mama, aku tak akan menikah dengan orang itu, aku akan lebih memilih dirimu. Aku akan lebih senang jika kau yang mengucap akad untukku. Tapi Mama tak setuju denganmu,” gumam Lail dalam kesendirian.
Firman, aku masih ingat bagaimana kau jaga pandangan mu untuk menghormati ku. Bahkan saat dirimu menyatakan rasa, kau tetap saja menjaga pandangan mu, dan aku mengagumi hal itu. Aku yang bersalah, mungkin aku yang menghianati rasa mu. Meski belum ku jawab pertanyaan darimu, tapi aku telah menghianati janji ku.
Firman, aku tau kamu terluka, dengan undangan yang datang tiba-tiba, dengan nama yang tertulis di sampulnya. Aku tau kamu terkejut dengan hal itu, aku mengerti itu. Aku paham betul dengan luka mu, tapi aku juga tak bisa menolak permintaan Mama. Mama adalah segalanya bagiku, ia adalah malaikat ku di dunia ini, dan aku tak bisa menolak permintaannya.
Aku masih ingat hari itu, saat kamu mengungkapkan rasa mu, bukan hanya rasa mu tapi juga keinginanmu. Hari itu aku benar-benar tak menyangka, kamu akan sedekat itu. Hari itu aku seperti mendapati sosok lain dari Firman yang selama ini ku kenal. Aku tak pernah membayangkan, kamu yang selama ku kenal lewat kiasan, lebih berani dari panglima perang.
Hari itu aku benar-benar kagum dengan keberanian mu, walau pun juga bisa dikatakan, ceroboh dan nekat. Oh, mungkin bukan hanya hal itu, kamu juga sangat lancang pada seorang perempuan. Tapi kamu melakukan semua itu, dan kamu tau, kamu telah memenangkan hatiku.
Firman, saat kamu menghubungi ku malam itu, kamu tau benar malam sudah hampir pagi. Kamu tau benar tak ada orang yang bangun pada jam segitu, tapi kamu nekat dan tak peduli dengan akibatnya. Kamu meminta ku datang untuk bertemu denganmu, dan engkau memintanya saat jam tiga pagi. Apa dirimu tak berfikir aku sudah tidur?!!, dan kamu masih saja nekat.
Sebenarnya aku sangat terganggu, sangat ingin ku ungkapkan kemarahn ku saat bertemu denganmu, aku sangat kesal saat itu. Oh sebentar, kamu bilang ingin menemui ku, astaga!!, apa kamu sudah gila?!! Apa kamu tak memikirkan akibatnya?!! Fir, saat itu aku sungguh khawatir, akan anggapan orang pada kita, dan hal-hal lain tentang kita.
Tapi ada juga rasa ku ingin bertemu denganmu, sebab diriku ingin mengenal mu lebih dekat. Hemm, apa yang harus ku lakukan?, aku tau semua itu salah, bertemu denganmu adalah larangan. Tapi aku juga ingin mengenal mu lebih dekat, lebih dari sahabat-sahabatmu, lebih dari orang yang dekat denganmu. Aku sangat ingin mengenal mu, sejak saat kau mengenalkan dirimu sebagai Firman, saat itu pun aku sudah mengagumimu. Sejak saat itu pula aku sangat ingin mengenal mu, aku terpesona akan ketegasan mu, kekuatan tekat yang selalu kau tunjukkan. Aku pun terpesona dengan tutur lembut mu, menenagkan, mendamaikan, serta membuat ku merasa nyaman. Kamu yang membuat ku sadar, selalu ada sikap keras dalam hati yang sangat lembut.
***
Hari itu, saat kamu ada di hadapanku, bergetar hatiku menatapmu. Tak berani ku menatap matamu, aku takut, takut tenggelam di dalamnya, serta tak dapat keluar. Tapi kita saling terdiam saat itu, bahkan tak melempar senyuman untuk masing-masing. Kita hanya duduk terdiam dan menundukkan kepala, sangat lama sampai aku bosan. Lalu apa maksudmu, jika hanya seperti ini keadaannya? Kita bertemu diam-diam, ditempat yang tak pernah ku kenal, dan kamu hanya berdiam diri di hadapanku?! Apa maksudmu Fir?, aku tak mengerti. Tapi aku akan terus menunggu, hingga engkau mengutarakan maksudmu, hingga kamu mengucapkan isi hatimu.
Kita berada di tempat yang jauh, tak ada seorang pun yang mengenal kita di sini, bahkan kita sendiri tak mengenalinya. Kita berada jauh dari orang-orang yang kita kenal, jauh dari lingkungan yang biasa kita jamah, dan jika kau terus terdiam, lalu apa artinya? Aku sedang menunggu mu bicara Fir!, aku menunggu mu mengungkapkan maksudmu, bicaralah!!, aku mohon!!
“Lail, aku ingin bicara tentang sesuatu” Akhirnya kamu mulai bicara, aku sudah lama sekali menunggu mu mengucap hal itu. Sekarang bicaralah!
“Silakan.”
“Aku ingin mengenal dirimu lebih dekat lagi, Lail,” Aku juga menginginkannya Fir, aku juga menginginkan hal itu. Apa yang kamu katakan itu sama dengan keinginanku saat ini.
“Kalau yang kau maksud lebih dekat adalah dengan cara aku menjadi pacarmu. Maaf Fir, usiaku sudah bukan usia untuk main-main, dan aku juga tak mau melakukan hal yang sia-sia.” Maaf Fir, saat itu aku hanya menyembunyikan perasaan ku.
“Lail, dengarkan aku dulu,” aku sudah mengerti, kamu sangat memahami ku Fir, aku pun ingin serius denganmu. “Biarkan aku menjelaskan semuanya dulu, setelah itu silakan kamu putuskan.”
“Baiklah,” aku ingin mendengarkan semua penjelasan darimu, aku sangat ingin mendengarnya darimu. “Aku akan mendengarnya, tapi setelah itu aku yang memutuskan semuanya,” aku sangat mengharapkan penjelasan mu itu Fir.
“Lail aku memang tak pandai mengungkapkan perasaan ku, namun dengan ini semoga kamu mengerti.” Kamu memulainya dengan sangat manis Fir, aku luluh. “Akan ku mulai dengan perasaan ku padamu, terlebih dahulu.” Dirimu telah mendapatkannya. “Aku jatuh hati padamu.”
“Lail, aku akui segala tentangmu membuatku jatuh hati, sehalanya membuatku mengerti betapa keras aku harus memperjuangkan dirimu.” Fir, tahukah dirimu, kata-kata itu menembus jantung hatiku. “Sebab dirimu istimewa Lail, dirimu sangat berbeda.” Fir, aku tersanjung dengan pujian darimu.
“Maaf jika aku mengagumi dirimu secara diam-diam, aku hanya larut dalam perasaan ku padamu,” Fir, aku pun demikian. “Aku mulai mengagumi mu sejak pertama kita bertemu. Bagiku, engkau adalah perempuan yang luar biasa, yang bisa menjaga dirinya dan tau akan tugasnya. Kamu adalah perempuan yang pantas diperjuangkan oleh semua pria.” Terima kasih atas pujianmu Fir, tapi aku tak sesempurna itu. Ya Rabb, tolonglah kami, satukan kami dalam ikatan halal, kami ingin dipersatukan oleh-Mu saja.
Tapi Fir, sepertinya kamu menilaiku terlalu berlebihan. Penilaianmu padaku, membuat mu tak sadar bahwa dibalik sosok Lail ini, banyak sekali kekurangan. Fir, aku bukan Tuhan Yang Maha Sempurna, aku hanya Lail yang masih banyak berbuat dosa. Jangan kamu pandang diriku sesempurna itu, nanti dirimu sendiri yang akan dibuat kecewa.
“Maaf jika aku mengucapkannya terlalu berlebihan, tapi itulah yang aku rasakan.” Fir, kenapa kamu mampu membaca hatiku??!!
***
“Maka dari itu, dengan semua semua yang ku rasakan ini, dengan segenap ketetapan hatiku, dengan cinta yang tersisa di hatiku ini, aku ingin meminta hatimu untuk hidup bersamaku. Aku ingin melamarmu, dan menjadikan dirimu kekasih halalku.”
Fir, kalimat itu sungguh mengejutkan ku, aku tak menyangka kamu bisa mengucapkan hal semanis itu. Aku tak percaya kamu melamar ku, mungkin kamulah lelaki pertama yang melamar ku. Fir, aku mau, aku mau menjadi temanmu, aku mau menajadi kekasih halalmu, aku mau menajdi istrimu. Tapi bibir ini tak mampu mengucap kata, aku hanya bisa terdiam, Lailmu masih terkejut dengan cara mu melamarnya.
“Mungkin ini terlalu cepat untukmu, tapi aku tak bisa lagi menahan rasai. Aku ingin memperjelas semuanya, dan aku tak peduli dengan akibatnya.”
Fir, bukan Lail ingin menolak mu, tapi Lail hanya tak sempat berkata “Iya”. Fir, Lail sangat ingin bersamamu, Lail ingin hidup bersamamu, Lail ingin menjadi ibu dari anak-anakmu kelak. Tapi Lail minta izin dulu pada Mama, Lail tak mampu memutuskannya sendirian. Beri Lail waktu Fir, beri Lail waktu untuk meyakinkan Mama.
“Aku tau diriku bukan siapa-siapa, aku pun mengerti, aku jauh dari kata mampu. Tapi aku tak ingin kehilangan dirimu, aku lebih memilih gagal saat berjuang, daripada aku terlambat mengungkapkannya.”
Bukan seperti itu Fir, Lail hanya tak bisa mengungkapkan perasaan Lail sendiri, seperti kamu saat ini.
“Baiklah, aku tau kamu ragu padaku, aku pun juga ragu dengan keputusanku sendiri.” Kenapa kamu jadi ragu Fir?, aku telah percaya kepadamu. “Tapi aku punya alasan untuk semua itu, aku tak ingin meminang mu hanya dengan kata “bismillah”. Sebab kaliamt itu bukan barang yang bisa dijadikan mahar. Aku tak ingin menafkahi mu dengan ikhlas, sebab ikhlas tak bisa untuk dimakan. Semua itu hanya tentang hatiku dan Rabbku, semuanya hanya tentang niatku, dan hanya Rabb yang tau. Dan dari semua itu aku sadar, aku masih belum mempunyai apa-apa untuk meminang mu.”
Fir, aku tak butuh semua itu, aku hanya butuh bersamamu dalam memperjuangkan kita. Tapi sepertinya kamu masih ragu dan keraguan itu sekarang menggrogoti keyakinanku pula.
“Fir, kalau kamu memang serius, kita jalani saja semuanya dahulu. Tapi jika kamu masih ragu seperti ini kamu juga membuat ku ragu, Fir.”
“Bukan seperti itu maksudku, aku pun juga tak ingin membuat dirimu ragu Lail, tapi..”
“Tapi apa??, apa kamu ragu aku bisa menerima dirimu?”
“Bukan seperti itu, aku tau kamu orang yang kuat, bahkan aku yakin akan hal itu. Tapi kehidupanku tak semudah kehidupan yang selama ini kamu jalani, banyak jalan terjal yang harus kamu lalui, jika harus hidup bersam ku. Cerita hidupku penuh dengan perjuangan, untuk lanjut kuliah di sini, aku harus bekerja dua tahun sebelumnya. Sekarang aku hanya mengandalkan beasiswa, dan biaya hidupku sangat minim. Aku pun harus bekerja untuk memenuhi semuanya, dan itu pun masih sangat kurang.”
Fir tahukah kamu, kalimat terakhir mu itu benar-benar merusak kepercayaan ku. Kamu tahu, kalimat terakhir mu itu sangat melukai perasaan ku. Aku jatuh hati padamu bukan karena harta atau kepandaian mu, aku jatuh hati padamu karena sikapmu yang tak menyerah dalam hidup. Lalu kenapa sekarang kamu malah meragukan ku?
“Lail, aku ingin sekali hidup bersamamu, tapi aku tak bisa melihat kamu bersedia, sebab memilih hidup bersamaku yang tak pantas untukmu.” Makin parah kau hancurkan hatiku Fir.
“Baiklah, jika itu alasan mu, aku tak keberatan jika harus menunggu sampai dirimu merasa mampu. Aku tak akan memaksa mu untuk segera menemui Mama. Aku hanya berharap kau mampu melampaui batasan yang kamu buat sendiri.” Semoga kau segera yakin dengan dirimu sendiri Fir. “Sekarang aku minta diri, aku pamit pulang dulu Fir.” Ku ukir segaris senyum, agar kau sadar aku mendoakan mu.
***
“Anak Mama cantik sekali,” suara Mama membawa ku kembali dari lamunan. Aku hanya tersenyum kepadanya, hanya terdiam dengan senyum yang harus ku paksa. “Ayo!, suamimu sudah menunggu, teman-teman mu pun sudah pada datang, ayo cepat!” ajak Mama padaku.
Aku pun menurut, melangkah keluar dari kamar rias yang ku gunakan sejak tadi. Meski itu berat, meski langkah kaki harus ku paksa keluar, aku tetap melangkah. Sebenarnya, aku masih mengingat mu, orang yang pertama kali melamar ku, kenangan itu masih tak bisa ku hapus dalam benakku. Entah kau menerima undangan itu atau tidak, tapi aku berharap kau kuat dengan takdir yang telah tergariskan.
Firman, semoga kamu mengerti dan semoga kamu dapat memahami keputusanku ini. Bukan maksudku menyakiti dirimu, tapi semua ini pilihan Mama, Mama yang memilih kan dia untukku, sebelum ku ceritakan tentang mu. Sebelum pinangan darimu kusampaikan, Mama sudah menjodohkan ku dengannya. Sekali lagi aku minta maaf, dan semoga kau mengerti dengan situasi yang aku hadapi sekarang.
Jujur waktu itu aku tak bisa berbuat apa-apa. Mama sudah menerima pinangan darinya, dan aku tak bisa lagi menolaknya. Aku tak bisa menolaknya, karena Mama telah menerima pinangan dari sahabat Ayah. Aku pun tak mampu menolaknya jika sudah berhubungan dengan almarhum Ayah. Maafkan aku, ku ambil keputusan ini karena sebuah hal yang tak dapat samasekali ku tolak.
***
Firman aku melihat mu dari tempatku duduk, dan sebenarnya aku ingin kamu yang berada di samping ku. Tapi apa boleh buat, saat ini kamu hanya datang sebagai tamu undangan ku, sebagai orang yang mengucapkan kata “Selamat”. Semoga senyum itu tak palsu, semoga engkau tetap tersenyum seperti yang kau lakukan sekarang. Aku juga berharap teman-temanmu di sana dapat menguatkan mu.
Fir, aku tau dibalik senyuman mu itu tersimpan luka, aku tau dibalik canda tawa mu, kamu menyimpan kesedihan. Aku bisa merasakan itu, aku tau dari mata yang tak pernah bisa berbohong kepadaku. Fir, sekali lagi aku minta maaf, dan aku benar-benar menyesal telah melukai hatimu. Aku benar-benar menyesal telah memberi harapan semu pada lelaki seperti mu.
Hari ini adalah hari pernikahan ku, dan hari ini adalah hari kesedihan mu. Semoga engkau bisa melewati ini semua. Aku hanya bisa berdoa kepada Rabb, hidupmu bisa lebih baik setelah ini, dan mendapat perempuan yang lebih baik dariku. Semoga kau tetap bahagia.
Firman, semoga perasaan ku ini sampai kepadamu disana. Semoga permintaan maaf ku sampai pada hatimu. Aku melihat senyum mu Fir, aku melihat senyum yang engkau tujukan kepadaku. Semoga senyuman itu menjadi tanda maaf darimu untukku. Semoga kau tetap bisa merasakan perasan ku ini, dan semoga kamu tetap mau menjadi sahabatku.
Sekian
Sismaku@
Malang, 23 Maret 2019
0 Komentar