Membaca Kraya Sastra Dalam Kegiatan
Belajar & Pembelajaran
Pendauluan
Seperti
yang kita tahu dalam ilmu kebahasaan terdapat empat kopetensi pokok yang harus dimiliki
oleh peserta didik sebagai setandar kelulusan seorang murid. Empat kopetensi
dasar ini haruslah dimiliki setiap murid agar nanti setelah lulus dari
institusu pendidikan dapat diterapkan dalam kehidupannya di masyarakat.
Kopetensi ini juga sebagai modal utama dalam menyampaikan ilmunya ketika sudah
ada di masyarakat. Empat kopetensi ini meliputi kemampan untuk menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis.
Empat kopetenisi ini sebenarnya sudah
dimliki seseorang saat seorang murid sebelum memasuki dunia pendidkan. Mereka
sudah mempelajarinya dari keluarga dan lingkungan sekitar ketika belum memasuki
dunia pendidikan. Karena setiap anak secara lahiriah sudah dibekali dengan
kemampuan tersebut, tergantung dari lingkungannya yang mempengaruhi
perkembangan kemampuan tersebut. Kemampuan tersebut dapat dikembangakan melalui
kegiatan sehari-hari, kecuali pada mereka yang mengalami ganguan perkembangan
pada dirinya.
Seperti yang kita tahu bahwa setiap orang
mempunyai kemampuan berbeda dalam menyerap sebuah informasi dan ilmu
pengetahuan. Tapi di masa ini, semua yang dibutuhkan untuk mengembangakan
kemampuan masunsia sudah tersedia. Dan oleh sebab itu semua orang bisa
mengembangakan kemampuan dalam dirinya. Jadia tak adala lagi sebuah penghalang
bagi manusia untuk menguasai bidang ilmu pengetahuan. Sekarang semua hal itu
hanya tergantung bagaimana manusia memanfaatkan semua yang telah ada, sebagai
sarana meningkatkan kemampuan dirinya.
Kembali pada kepoetensi dasar yang harus
dimiliki setiap murid sebagai kopetensi yang harus dimiliki. Seperti yang saya
sudah sebutkan diatas, satu dari kopetensi yang harus dimiliki oleh setiap
orang adalah kemampuan membaca. Samapi sini pasti ada yang bertanya, kenapa membaca
harus menjadi kemampuan yang harus dimiliki setiap orang?, setiap orang pasti
bisa membaca. Tapi satu pertanyaan yang harus difikirkan, apakah semua orang
bisa membaca dengan tepat?.
Saat semua orang menganggap bahwa membaca
adalah hal yang mudah dan setiap orang bisa. Ada pertanyaan yang terngiang
dalam benak saya, apakah semua orang bisa membaca dengan baik, serta dapat
menghayati betul sebuah isi dari bacaan tersebuat?. Saya kira semua itu
mustahil, jika kemampuan seseorang dalam membaca hanya didasarkan pada makna
leksikal dari susunan kata sebuah bacaan, maksut dari penulis tidak akan
tersampaikan dengan jelas. Sebab pada hakekatnya kata tidak dapat secara tepat
dalam mewakili setiap ungkapan manusia
Maka dari itu, disinilah diperlukan
kemahiran dalam membaca untuk memahami setiap makana yang terkandung dalam
sebuah kata, terutama dalam kalimat-kalimat sastra. Kenapa saya memilih bacaan
sastra?, karena bahasa dalam karya sastra tidak mudah untuk dipahami. Bahasa
yang digunakan oleh penulis karya sastra banyak mengandung majas-majsa yang tak
bisa diartikan secara leksikal. Dan bahasa dalam karya sastra juga bersifat hiperbola, litotes, dan ironi. Maka dari
itu sangat sulit menentukan makana dari sebuah kata dalam karya sastra jika
kita tidak mempunyai kemahiran membaca yang baik.
1.
Manfaat
Membaca
Sebelum
kita melangkah pada cara membaca karya sastra dalam hal belajar dan
pembelajaran, mari kita ketahui dahulu apa manfaat dari membaca. Prof. Dr. H.
Guntur Trigan dalam bukuya Membaca
Sebagai Suatu Ketrampilan Bahasa, mengungkapkan tujuan dari membaca adalah
mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna,
arti erat sekali berhubungan dengan maksut tujuan, atau intensif kita dalam
membaca. Berikut adalah beberapa yang penting:
a. Membaca
untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah diakukan oleh para
tokoh.
b. Membaca
untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik.
c. Membaca
untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita.
d. Membaca
untuk menmukan serta mengetahui tokoh merasakan seperti cara mereka.
e. Membaca
untuk menemukan serta memahami apa yang tidak biasa.
f. Membaca
untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu.
g. Membaca
untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah.
Dari
sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa membaca bukan hanya meliahat suatu
bentuk susunan huruf menjadi sebuah kata. Membaca juga berkaitan dengan
menemukan suatu makna yang terkandung dalam sebuah bacaan. Membaca juga
merupakan sarana untuk menemukan kosakata baru untuk menambah perbendaharaan
kata dari setiap anak. Maka dari itu membaca bisa berarti menemukan sebuah hal
yang terbilang baru atau asing untuk menambah pengetahuan.
2.
Macam-Macam
Membaca
Dalam ketrampilan membaca ada
banyak macamnya, berapa sering kita jumpai dalam kegiatan sehari-hari. Semua
disebuat sebagai ketrampilan membaca, tetapi masing-masing dari ketrampilan
tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri. Meskipun dalam satu ketrampilan
membaca akan selalu ada ciri-ciri yang sama, tetapi pasti ada perbedaan yang
menjadi ciri khas sebuah ketrampilan membaca. Beikut adalah berapa
masing-masing ketrampilan membaca:
a. Membaca
Nyaring
Menurut Prof. Dr. H. Guntur Trigan dalam buku Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa,
membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi
guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar
untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan seorang
pengarang.
Dalam hal ini seorang pembaca dituntut untuk
terlebih dulu memahami isi dari artikel atau bahan bacaan yang akan disampaikan
Dan seorang pembaca harus mengunakan ucapan yang
tepat, mengunakan frase yang tepat, mengunakan intonasi yang wajar, memiliki
sikap dan perawakan yang baik, mengunakan ekspresi, keceparatn mata dan suara,
tidak terus melihat pada bahan bacaan, dan membaca dengan penuh kepercayaan
diri dengan frase yang tepat untuk membangun suasana.
b. Membaca
Dalam Hati
Jika kita berbicara membca dalam hati, maka tidak
bisa dipungkiri bahwa kemapuan ingatan visual dan kemampuan mata yang
diutamakan. Sebab kedua organ ini yang digunakan dalam memperoleh informasi
dari sebuah bacaan. Membaca dalam hati meliputi membaca ekstensif dan intensif.
Membaca ekstensif, meliputi membaca survei atau
membaca sesuatu berkaitan dengan bahan yang akan dibaca, contohnya membaca
judul, indek, dll, sebelum membaca isi bacaan. Yang kedua adalah membaca
sekilas, yaitu cara membaca dengan hanya mencari suatu yang penting untuk
mencari informasi atau pemahaman. Dan yang terakhir adalah membaca dangkal,
yaitu membaca secara dangakal tanpa mengetahui isi dari bahan bacaan.
Sedangkan membaca intesif adalah membaca yang mengutamakan
pada pemahaman suatu bahan bacaan. Membaca intensif ini lebih menekan kan pada
makna dari suatu isi bahan bacaan. Sehingga membaca intensif memerlukan waktu
yang cukup lama untuk dalam praktiknya.
c. Membaca
Telaah Isi
Seperti yang saya ungkapkan di atas, membca intensif
adalah membaca yang mengutamakan pada isi bacaan. Maka dari itu membaca telaah
isi adalah salah satu jeni dari membaca intensif. Dan ini adalah bentuk dari
membaca telaah isi:
Ø Membaca
teliti, yaitu membaca dengan teliti setiap kata demi kata agar tau akan semua
informasi yang ada
Ø Membaca
pemahaman, yaitu membaca yang mengutamakan pemahaman dari setiap cirri khusus
dalam sebuah bahan bacaan.
Ø Membaca
kritis, yaitu mengkritisi sebuah bahan bacaan saat membaca.
Ø Membaca
ide, yaitu membaca isi bacaan dengan mengutamakn ide dari penulis sebagi acuan
utama.
d. Membaca
Telaah Bahasa
Membaca telaah Bahasa juga bagain dari membaca
intensif, maka dari itu membaca telaah bahasa juga harus memahami isi dari
bahan bacaan. Membaca telaah bahasa meliputi:
Ø Membaca
bahasa, yaitu berdasarkan pada memperbesar daya bahasa dan mengembangkan
kata-kata kritik.
Ø Membaca
sastra, yaitu mengetahiui antara bahasa ilmiah dan bahasa sastra, dan mengenali
gaya bahasa dari penulis karya sastra.
3.
Praktik
Bersastra dalam Pembelajaran
Mungkin
banyak yang bertanya kenapa harus menggunakan media karya sastra dalam kegiatan
pembelajaran. karena menurut saya begini, dalam karya sastra terdapat banyak
sekali kosa kata yang jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kosa
kata dalam karya sastra yang asing ditelinga peserta didik sebagai sesuatu hal
baru dalam perbendaharan kata baginya. Dan tak jarang dalam karya sastra
menggunakan majas yang menuntut peserta didik untuk mencari arti sebenarnya
dari kamus serta arti yang dimaksutkan oleh penulis. Oleh karena itu, karya
sastra sangat cocok untuk menjadi bahan pembelajaran dalam hal menambah kosa
kata pada peserta didik.
Terkadang
peserta didik hanya memahami makakna dari sebuah kata sesuai dengan apa yang
dibacanya. Peserta didik cenderung untuk selalu menerima, dan tidak mau mencari
sendiri makna kata yang ia baca. Mereka hanya membaca semuanya tanpa memaknai
lebih lanjut dari makna yang ingin disampaikan oleh penulis, atau makana
sebenarnya dari kata tersebut dalam kamus. Disinilah peran seoeran guru untuk
memancing rasa keingin tahuan peserta didik dalam memahami kata-kata tersebut.
Memang
ada bebrapa tahapan untuk menanamkan pengertian pada peserta didik dari makna
kata atau kalimat dari sebuah karya sastra. Oleh sebab itu seorang guru
haruslah menguasai terlebih dahulu karya sastra yang akan digunakan sebagai
media pembelajaran. seorang guru harus tau persis bagaimana seluk-beluk dari
sebuah karya sastra yang akan digunakan sebagai media pembelajaran. guru harus
menangkap dengan tepat apa yang ingin disampaikan oleh penulis karya sastra
agar dapat menyampaikannya secara sempurna kepada peserta didiknya. Setelah itu
baru tahap penyampaian kepada peserta didik dilaksanakan.
a. Membaca
karya sastra
Tahapan pertama adalah membca karya sastra yang
sudah dikuasai isinya oleh seorang guru. Karya sastra ini bisa berupa puisi
atau cerpen, jika menggunakan novel sebaiknya tugas itu diberikan satu atau dua
minggu sebelum pembahasan dalam kelas. Jika menggunakan puisi, maka setiap anak
bisa memilih bebrapa puisi yang sudah disiapakan, dan secara bergantian
membacanya. Jika menggunakan cerpen, seorang guru bisa membacanya sendiri atau
memilih satu anak untuk membacanya di depan kelas. Perlu diinggat, mungkin
peserta didik tidak dapat membaca karya sastra dengan ekspresi dan intonasi
yang benar. Maka dari itu perlu diadakan pembahasan setalahnya, untuk memberi
pemahaman bagi para peserta didik bagaimana cara membaca sebuah karya sastra.
b. Mengenali
karakter peserta didk melalui pembacaan karya sastra
Karya sastra yang dibaca peserta didik bisa
digunakan untuk menilai karakter dari masing-masing peserta didik. Guru dapat
mengetahui bagaimana karakter peserta didik melalui sikap, pembawaan diri, dan
cara membacakan karya sastra. Guru dapat mengenali karakter peserta didik yang
pemalu, pemberani, percaya diri, dan pemalas dari cara peserta didik membawakan
karya sastra di depan kelas. Seorang guru dapat mengenal lebih jauh kemampuan
dari para peserta didiknya satu persatu melalui pembacaan karya sastra
tersebut. Dan akhirnya guru bisa menentukan mana peserta didik yang suadah
bisa, belum mampu sepenuhnya, atau tidak berminat sama sekali pada karya
sastra. Serta seorang guru mampu mengambil keputusan untuk memberikan nilai
pada peserta didik yang tak menguasai apa yang sudah menjadi setandar penialian.
c. Membentuk
karakter peserta didik melalui karya sastra
Dalam sebuah karya sastra pastilah ada nilai-nilai
kearifan yang dapat diambil dan jadikan panutan. Maka dari itu setiap peserta
didik haruslah mampu mendefinisikan setiap nilai-nilai kearifan yang terdapat
dalam sebuah karya sastra. Sementara guru berperan dalam menuntun peserta didik
untuk menemukan, apa kearifan yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Karya
sastra yang bisa dipakai untuk membentuk karakter peserta didik diantaranya
adalah karya sastra yang bersifat kepahlawanan atau karya satra yang mempunyai
kearifan sikap dalam kehidupan.
d. Mengidentifikasi
dan membuat catatan kecil tentang karya sastra
Dalam hal ini, peserta didik dituntut secara mandiri
untuk menemukan makna dari isi karya sastra. Tentu dengan bantuan guru, untuk
mengarahkan koridor-koridor dalam telaah isi dan telaah bahasa. Dalam menelaah
karya sastra, seorang siswa haruslah membuat catatan kecil, agar dapat
mengingat apa yang telah dipelajarinya. Hal ini juga dimaksutkan untuk menjadi
pembaca kritis dalam menelaah karya sastra.
e. Membuat
pola dari kata yang ditemukan
Tahap terakhir adalah menemukan pola dari kata dalam
karya sastra. Menghubungkan satu kata dengan kata lain, menemunkan arti dari
majas-majas dalam karya sastra, dan mengartikan setiap kata yang masih asing
dalam benak peserta didik. Hal ini bermaksutkan untuk menambah kosa kata,
pemahaman dalam bacaan, dan menemukan karakteristik dari karya sastra.
4.
Membuat
Karya Sastra
Setelah
semua tahapan dalam praktik bersastra dapat dimengerti oleh peserta didik, maka
sekarang saatnya untuk menerapkan hasil dari pembelajaran. Setelah menelaah
dari semua karya sastra yang pernah dibahas, maka peru dilakukan praktik dalam
membuat karya sastra. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh seorang
anak mampu mengembangkan atau menerapkan apa yang telah didapat dari
pembelajaran.
Dari
sini guru dapat mengetahui perkembangan dari masing-masing peserta didik secara
langsung. Sebab, setiap sisiwa akan mengutarakan setiap kata yang terlintas
dalam benak mereka masing-masing dalam membuat karya sastra. Karya sastra yang
sudah dibuat oleh peserta didik haruslah dibacakan di depan kelas sebagai
sarana untuk penilaian keopetensi membaca setiap peserta didik. Dan dari
sinilah kita dapat mengembangkan lagi pada penerapan penulisan atau pembacaan
karya sastra yang benar.
Kesimpulan
dan Penutup
Dari
semua penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa ketrampilan membaca sudah
dimilki peserta didik sebelum masuk ke institusi pendidikan. Kopetensi membaca adalah kemampuan alamiah yang
dimiliki setiap manusia, dan kemampuan ini bisa dikembangkan melalui beberapa
tahapan. Tahapan-tahapan dalam pengembangan ketrampilan membaca meliputi
membaca nyaring, membaca dalam hati, membaca telaah isi, dan membaca telaah
bahasa. Dalam tahapan-tahapan membaca, dapat ditemukan cara untuk menelaah isi
dari karya sastra. Maka dari iru karya satra dapat digunakan sebagai media
dalam pembelajaran. Karena dalam karya sastra terdapat banyak sekali kata-kata
asing bagi peserta didik, yang bisa dimanfaatkan untuk menambah perbendaharaan kata
peserta didik. Tentu hal itu haruslah bersangkutan dengan makana leksikal dari
sebuah kata dan makna garmatikal yang dimaksutkan oleh penulis.
Sekian
dari pemaparan tentang membaca karya sastra sebagai media pembelajaran. Mungkin
masih banyak kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan artikel ini. Maka dari
itu saya mohon bimbingan dan saran atas artikel saya sebagai bahan pertimbangan
saya untuk membuat artikel selanjutnya. Dan saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
atas partisipasi dari pembaca untuk menilai artikel saya. Saya sanggat berharap
banyak dari pembaca untuk menilai artikel yang saya susun agar dapat
memperbaiki kesalahan dalam artikel ini. Atas perhatian dan penialiannya saya
ucapkan banyak terimakasih.
Daftar Pustaka
Tarigan, Hanry Guntur. 1979. Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Bahasa. Bandung.
Angkasa.
0 Komentar