Kritik Sastra, LinusSuryadiI A.G


LINUS SURYADI A.G DALAM PUISI PETRUK KUMAT


Pendahuluan
            Linus Suryadi adalah salah satu tokoh sastrawan pada periode 1970-1980 yang namanya cukup dikenal oleh dunia sastra Indonesia. Linus Suryadi merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara yang berasal dari keluarga petani Jawa. Linus Suryadi dikenal sebagai seorang sastrawan yang banyak mengunakan bahasa jawa dalam karyanya. Linus Suryadi sangat sering bahkan selalu memakai kata-kata jawa dalam membuat karyanya. Tapi hal itu semakin membuat karya Linus semakin digemari karena berbeda dengan karya-karya sastrawan lain. Subagio Sastrowardoyo menilai bahwa Linus sudah menggunakan istilah bahasa jawa dalam tahap ekstrim. Dan memang benar, Linus Suryadi selalu menyisipkan kata-kata atau istilah jawa dalam puisinya.
            Maka dari itu saya akan membahas tentang Linus Suryadi dalam puisi “Petruk Kumat”. Pengugunaan bahasa jawa pada puisinya oleh Linus Suryadi sangat mempengaruhi penilaian kritik sastranya. Karena dianggap suadah sangat parah menerapkan penggunaan bahasa jawa dalam karya sastranya. Mungkin karena kebiasaan Linus Suryadi yang menerapkan berbahasa jawa dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga kebiasaan itu berimbas kepada karaya sastranya yang penggunaan bahasanya bercampur dengan bahasa jawa. Mungkin Linus Suryadi mempunyai maksut tertentu saat menerapkan bahasa jawa dalam puisinya. Atau mungkin itu hanyalah sebuah kebiasaan Linus Suryadi dalam membuat karyanya.
            Kenyatannya karya-karya Linus Suryadi selalu berhubungan dengan kisah-kisah masa lalu, atau tokoh-tokoh dalam sastra pewayangan. Linus mengekpersikan kejadian yang berada disekitarnya dengan ungkapan-ungkapan melalu tokoh-tokoh dalam cerita, sebagai pengandaian tokoh itu hidup dan berada di zaman yang sama. Karena banyak daintara puisi-puisinya yang mengandung kritikan kepada situasi sosial di masanya. Kesimpulan dari karya Linus Suryadi adalah, ia selalu mengaitkan kehidupan masa lalu dengan masa sekarang, seolah zaman ini tdak berubah, sebab masalah yang dihadapi masyarakat hampir disetiap zaman hampir sama.
           


Pengarang dan Karyanya
            Linus Suryadi adalah seorang sastrawan berlatar belakang sebagai dari keluarga petani jawa. Ia anak kedua dari sepuluh bersaudara yang tinggal di dusun kecil kota Yogyakarta. Ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya yang ditempuh di dusunnya, kemudian dia melanjutkan ke SMP Kanisius Sleman dan SMA Bopkri I. Setelah lulus pada tahun 1970, Linus melanjutkan studinya di jurusan Bahasa Inggris ABA dan IKIP Sanata Dharma, namun keduanya tidak tamat. Linus mempelajari berbagai ilmu lainnya secara otodidak.
            Linus Saryadi mulai menulis pada tahun 1970 setelah bergabung dengan Persada Klub. Karyanya di publikasikan untuk pertama kalinya dalam surat kabar mingguan Pelopor Yogya, yang ditangani oleh penyair asal Pulau Sumba, Umbu Landu Paranggi. Pada tahun 1979-1986, ia menjadi redaktur kebudayaan surat kabar Berita Nasional di Yogyakarta. Linus Suryadi seringkali terlibat dalam penelitian secara nonformal dan formal, terutama dalam bidang kebudayaan. Menjadi anggota Dewan Kesenian Yogyakarta selama 3 periode pada tahun 1986-1996. Pemimpin redaksi jurnal kebudayaan Citra Yogya yang diterbitkan Dewan Kesenian Yogyakarta, 1987 - 1999.
            Pada tahun 1982, Linus mengikuti Program Menulis Internasional di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Pernah mengikuti The Indonesian Cultural Festival, di London, bersama sejumlah penyair Indonesia, Sapardi Djoko Damono, Subagio Sastrowardoyo, Taufiq Ismail, Eka Budianta, Toeti Heraty, dan Edi Sedyawati pada tahun 1990.
Linus dikenal banyak menggunakan kata dan ungkapan Jawa dalam karya sastranya. Mengambil Pengakuan Pariyem sebagai bahan ulasan, kritikus Subagio Sastrowardojo menilai bahwa pemakaian kata daerah oleh Linus sudah mencapai tahap ekstrem. Linus sendiri berdalih bahwa ia sehari-harinya lebih banyak berbahasa Jawa, sedangkan kemampuan bahasa Indonesianya masih kurang.
Linus Suryadi juga sering menggunakan tokoh-tokoh pewayangan untuk membuat karyanya. Ia sering mengungkapkan kritik sosial dengan menggunakan media tokoh pewayangan sebagi ungkapan isi hatinya. Entah karena berangkat dari bidang budayawan, jadi Linus lebih menampilkan cerita-cerita yang sudah akrab ditelinga masyarakat sebagai bahan inspirasi karya sastranya. Mungkinkah dengan alasan itu, Linus Suryadi ingin agar karyanya dapat diterima oleh masyarakat. Maka dari itu ia menampilkan tokoh-tokoh pemayangan dan pengunaan bahasa jawa dalam karyanya. Menempilkan tokoh pewayangan dalam karyanya, Linus Suryadi seperti ingin menkritisi kinerja pemerintah pada zamannya. Linus seperti ingin menghadirkan tokoh masa lalu untuk cara kritiknya dalam pemerintah. Dapat dikatakan karya Linus banyak mengandung kritik sosial bagi pemerintah. Contohnya dalam puisi “Petruk Kumat”
PETRUK KUMAT
“Padi PB, padi IR, padi PB, mbahmu
Hama wereng saja tidak doyan
Lha kok orang, disuruh makan”
Gerutu Kantong Bolong sambil ngeloyor

Si Jangkung kalung sarung manggul pacul
Tangan kirinya menangkap keranjang
Tangan kanan njepit rokok lintingan
Dan sabit terselip di belakang pinggang

Dan Mas Petruk jelalatan: “Kamu paham,
Tanah pun hancur makan obat tanpa aturan”
Matanya merah, tampaknya kurang tidur
“Masih grundelan? Babat kontolmu sisan

“We lha trembelane. Petruk kumat mendem
Pikir Gareng: “Semalam dia kalah gaple”
Jaman dijajah kere. Jaman merdeka idhem
Kaum tani tak pernah genah. Terbengkalai
1983
Sisan : sekalian
Trembelane: sialan, keparat
Mendem: mabok
Kere: miskin
Idhem: idemdito, sama saja
Puisi ini mencerminkan ketidak puasan seorang rakyat atas kebijakan pemerintah yang tidak sesui. Petruk yang disimbolkan sebagai rakyat kecil yang menumpahkan seluru perasaannya atas kebijakan yang dirasa tidak sesuai.
            Sosok Pengarang dalam Karyanya
            Sosok Linus Suryadi dalam karyanya “Petruk Kumat” menggambarkan seoernag rakyat kecil yang tidak puas akan pemerintah. Peraturan yang menyulitkan membuat rakyat tidak betah dalam penderitaan yang di alami. Tapi dalam pengambarannya para rakyat tidak berani menentang peraturan, meraka hanya bisa memendam dengan perasaan dongkol. Bahakan mereka meneruti peraturan dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.
            Linus mencoba berekperimen dengan menggabungkan tokoh pewayangan yang berkaitan dengan yang terjadi dalam zamannya. Dengan begitu orang yang membaca karyanya, akan langsung bisa membayangakn dan langsung mencerna sesuai dengan keinginannya. Pembaca bisa menerka-nerka sendiri apa yang telah disampaikan Linus Suryadi dengan imajinasinya. Maka pembaca tidak perlu mengartikan semua diksi yang ada dalam karyanya, tapi hanya mengambil sedikit makna dan dan mengartikan dengan imajinasinya sendiri.
            Linus juga mengangkat nilai khasanah lokal daerahnya dalam membuat tulis. Ia berinovasi dengan mengangkat kisah-kisah pewayangan dengan mengambil tokoh-tokoh Mahabarat dan Ramayana. Hal ini menunjukan Linus sangatlah mencintai dan mengetahui betul, seluk beluk karya sastra daerahnya. Maka pantaslah seorang Linus terlibat dalam penelitian kebudayaan secara formal ataupun nonformal. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Linus Suryadi adalah orang yang masih mempertahankan nilai budaya dalam karyanya.
            Sosok Linus Suryadi juga dengan penggunaan bahasa jawanya yang kental. Ia masih mempertahankan bahasa ibu untuk membuat suatu karya sebagai ciri khas yang di tampilkan. Ciri khas yang melekat pada dirinya membauat orang lain langsung bisa mengenali karyanya. Ciri kahs yang sangat jarang ditampilkan oleh sastrawan lain dalam menggambarkan karyanya. Mungkin karena pengaruh keseharian yang lebih banyak menggunakan bahasa jawa.
            Pengungkapan dalam bahasa jawanya sangat mantap dan mewakili maksut dari tujuannya. Ungkapannya tajam sangat berkesinambungan dengan tema yang diambil. Bahkan kata-katanya meskipun dalam bahsa jawa, dapat dengan mudah dicerna dengan baik oleh semua kalangan. Walaupun karyanya bersifat kritik sosial, tapi disampaikan dengan bahsa yang ringan dan mudah dimengerti.
            Meskipun menggunakan bahasa jawa yang kental, namun Linus Suryadi tetap memperhatikan keindahan dalam karyanya. Ia tidak meninggalkan nilai estetika dari sebuah puisi yang ia buat dalam karyanya. Penggambaran situasi pada puisinya benar-benar difikirkan dengan matang sesuai dengan komposisi sebah karya sastra puisi. Dikisinya pun sangat tajam meskipun mengunakan bahasa yang ringan dalam mengungkapkan pikirannya.
            Karya sastra dari Linus Suryadi hampir memenuhi setiap unsur dalam kehidupan. Ia dapat menyatukan unsur estetika, budaya, kritik sosial, serta penggunaan bahasa yang tepat. Ia juga dapat memadukan unsur dari dua masa sekaligus, dalam suatu karya sastra. Bahkan pengungkapannya sangat baik untuk membuat karya sastra bermutu. Komposisi dalam karyanya pun sangat tepat untuk menggungkapkan perasaan hatinya dan perasaan orang lain.
            Penutup
            Dari penjelasan di atas tidak bisa di pungkiri bahwa Linus Sryadi adalah sastrawan yang membawa pembaharu dalam dunia sastra. Pengungkapannya dalam kaeya sastra, dapat diartikan sebagi kematangan pikirannya yang terus diasah setiap waktu. Perenungan dalam membuat syair-syairnya dapat dikatakan sangat matang dan melalui pemikiran panjang sebagi perwakilan dari uangkapan hatinya.
            Ia bisa mengambil tema yang tepat dari pemikiran masa lalu dan pemikiran masa sekarang untuk sebuah kritik sosial. Ungkapanya juga dapat dengan jelas dimengerti oleh pembaca. Puisinya juga menujukan ciri khas dari dirinya sendiri dengan bahasa jawa yang kental serta pengambilan tokoh pewayangan. maka dari itu ungkapannya bisa dimengerti oleh setipa orang dengan baik.

            Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Linus_Suryadi_AG
http://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain-lain/puisi-puisi-linus-suryadi-ag

Posting Komentar

0 Komentar