Ungkapku Menyambut Pagi
Rindang pohon memayungi hidup
Dari panas terik yang menyengat
Tak sadar ku, telah kering daun-daunnya
Sekarang, harus ku bisa melangkah keluar
Bukti dari diriku yang perkasa
Meski banyak batu menoreh luka dalam langkah
Bila usaha ku sia-sia, tak tau ku harus lari ke mana
Semua telah jauh ku tinggalkan, pohon teduh ku penenang jiwa
Tuhan tolonglah aku
Hatiku terus dilanda kebimbangan
Ular berbisa ada di sepanjang jalan
Dan aku tak tau, harus ke mana
Sebutir nasi masih mengenyangkan perutku
Setetes air masih bisa ku teguk
Tapi bagaimana dengan kehidupan?
Rindu aku, akan masa kecil ku dulu
Kuncup bunga ku tak mekar
Kerinduan menggebu deru dalam dada
Jika ku ibaratkan sekarang, hidupku bagai badai tak karuan
Tak ada yang mengendalikan
Tak ada pelarian, tak ada penjagaan
Dan aku tak tau arah ke depan
Pemancung Asa
Tergantung dalam sebuah pemikiran
Tercekik atas sebuah ketidak pastian
Aku yang tak berdaya
Di hadapkan pada takdir yang nyata
Bukan ku menyerah
Aku juga tidak pasrah pada kehidupan
Aku hanya tak tau harus berbuat apa
Jika boleh, ku titipkan salam dan doa
Baik buruknya sebuah ucapan
Ku tanggung sendiri tanpa pengalihan
Ku biarkan hatiku remuk redam
Diterjang ombak kehidupan
Yang memaksa ku berucap tak sempurna
Atau diriku yang tak bisa
Aku muak dengan semua pemikiran
Ingin rasanya ku tendang dan ku injak
Sampai semua hilang meninggalkan ku pergi
Pergi melangkah sejauh mungkin
Tak tentu arah yang di tuju
Berteman bintang dan rembulan
Mencetak kisah perjuangan
Kecantikanmu
Tak seindah bulan purnama
Tak semanis madu lebah
Tapi ayumu berbeda
Membuat jantung ku berhenti seketika
Bagai lemas tak berdaya
Sebuah keindahan nan cantik jelita
Ciptaan Tuhan seribu nama
Hanya terlihat oleh sebuah mata
Yang tak mampu berbicara
Dan inilah rasa yang begitu indah
Seperti pada dasar kehidupan tercipta
Mengalir seperti simponi
Merambah masuk ke dalam diri
Keindahan abadi yang terasa dalam hati
Pujangga pun telah berucap
Melukis kecantikan satu nama
Dengan terbalut rindu di semua sisinya
Bertaruh hati serta jiwa
Sumapahku
Bukan sebuah kemarahan
Lebih tepat disebut kekecewaan
Tentang hati yang terus dilukai
Tak melihat kenyataan
Sumpah serapah terucap
Tak terpikir dengan matang
Seperti suara motor bising
Tak peduli telinga orang
Berbicara tak karuan
Membentak tanpa aturan
Bertindak di luar batas kesadaran
Seperti tak punya akal
Diam dilukai
Bergerak dicaci maki
Para penindas diri
Merasa lebih tinggi, dengan nurani
Seperti orang bijak mereka berkata
Tak pernah melihat kenyataan
Bahkan bukan sebuah pengalaman
Hanya sebuah pandangan, yang tak pernah terwujud kan
Omong kosong terucap
Tanpa pembenaran
Tanpa bukti, tanpa solusi
Dan berakhir hinaan
Penyair Gila
Malang, 08 Januari 2019
0 Komentar