Pacar Khayalan
“Di mana aku?? Kenapa semua menjadi sangat gelap? Kenapa aku tak melihat cahaya?” Seorang pemuda bingung dengan keadaan dirinya sendiri.
“Kenapa?”
“Kenapa??”
“Kenapa denganku???”
Seorang pemuda sedang dirundung banyak pertanyaan kenapa, ia mendapati dirinya dalam kegelapan, yang kelamnya lebih pekat dari malam tak bercahaya. Dia tak sanggup berbuat apa-apa, karena cahaya sudah pergi dari pelupuk matanya. Tatapnya hanya berisi warna hitam, kelam, dalam kegelapan yang tak bertepi.
Pemuda itu hanya tertunduk lemas, tak berdaya, seakan tak ada harap yang datang menyapa. Pikirannya kosong tak berguna, cahaya tak datang dalam pikirnya, dan ia tetap dalam kegelapan, karena cahaya yang diharapkan mampu mengusir kegelapan tak datang padanya. Hanya cahaya yang mampu menuntunnya, hanya cahaya yang mampu membawa ketenangan.
“Hai sayang, kau kenapa?” sebuah suara terdengar. Suara lembut seorang kekasih, begitu mesra, menenangkan jiwa, mengusir gundah dalam hatinya, membiaskan kelam yang menyiksa. Suara indah mengalun manja, merasuk ke telinga yang masih waspada. Suara yang mendamaikan hati, pengganti cahaya yang hilang dari pelupuk mata.
***
Suara mu menenangkan ku, membuat ku merasakan nyaman walau dalam pekatnya duniaku. Tak ada perasaan setenang ini, tanganku terasa hangat, seiring dengan suara yang menenangkan dari mu. Aku merasa heran, sebenarnya siapa dia, siapa yang sedang bersamaku, siapa yang mau menemani ku dalam pekatnya duniaku.
“Hai!!, kenapa diam??, bukannya tadi kau sangat ketakutan dengan keadaanmu sendiri?” suara itu kembali terdengar.
“aku tak ketakutan, aku hanya…., bingung, iya bingung, dengan keadaan yang menimpa ku,” jawabku.
“Ah, jangan buat alasan. Hanya orang lemah yang membuat alasan untuk menutupi ketakutannya,” sindiran pedas mengarah padaku.
“Baiklah, aku akui, aku sedikit ketakutan. Semua terjadi tiba-tiba, tanpa persiapan, tanpa tanda-tanda. Tiba-tiba aku sudah kehilangan cahaya, dan aku tak tau aku harus berbuat apa,” ungkapku tentang semua yang telah terjadi.
“Boleh Aku menyarankan?, kenapa tak kau terima saja keadaan yang terjadi sekarang, lalu mencoba menjadi orang yang sedikit berbeda, agar tak tergantung lagi pada cahaya.”
Hal ini sangat aneh, bagaimana maksudnya, kehidupan tanpa cahaya adalah hal yang mustahil. Setiap manusia bahkan seluruh makhluk yang paling hina di dunia ini, selalu menginginkan cahaya dalam hidupnya. Tapi Ia bilang memulai kehidupan baru, kehidupan tanpa cahaya, kehidupan dari sisi gelap dunia, bukankah itu hal yang mustahil? Tak ada orang yang mampu hidup tanpa cahaya, dan setiap cahaya selalu ada dalam hidup manusia.
Lalu ku menjawab, “Adakah kehidupan tanpa cahaya di dunia ini?, bukankah cahaya, yang membuat dunia ini terbentuk?”
“Dunia ini tercipta bukan hanya berdasarkan cahaya saja, kegelapan juga tercipta bersamaan dengannya, saling menopang, menjadi siklus dalam dunia,” Ia mencoba menerjemahkan semua yang terjadi dalam duniaku.
aku termenung, jika dipikir lagi. memang benar, tak akan ada cahaya jika tak ada gelap, dan gelap juga menjelma di sudut-sudut gang yang tak terjangkau cahaya. Mungkin, bukan cahaya yang menghilang dari pelupuk mataku, tetapi memang gelap sedang ingin menghabiskan waktu bersamaku. Tanpa adanya gelap aku tak mungkin mengenal cahaya, dan tanpa cahaya, aku pun tak tau tentang kegelapan.
Sempat ku terdiam, lama, sampai aku seperti patung selamat datang, yang hanya bisa diam dan tak pernah bergerak dari tempatnya. Membeku bersama gelap yang dingin serta menusuk tulang. Dalam gelap yang dingin ini, aku sempat berfikir, “Lalu apa keindahan dari sebuah cahaya tanpa adanya kegelapan?”
“Baiklah, aku sepakat dengan hal itu, kadang memang kegelapan dibutuhkan untuk menunjukkan keindahan cahaya. Tapi aku sama sekali tak punya cahaya sekarang, sebab gelap telah merasuk padaku.” Ratapku padanya.
“Kata siapa? Kau masih punya Aku, Kekasih mu, yang akan selalu ada untuk menggenggam tanganmu.” Dekapan hangat kembali menjalar pada telapak tanganku.
“hah?!!”, aku tercengang. “Engkau Siapa??, seingat ku, aku tak pernah mengenal suara-Mu.” Meski dalam hati aku merasa, dekap hangat pada tanganku tak asing.
“kau tak perlu tau siapa nama-Ku. Aku memiliki beribu nama dan kau tak akan mampu mengingatnya.” Tegasnya menyembunyikan wajah. “Cukup kenal Aku sebagai kekasih mu, kekasih impian mu, kekasih yang selalu ada untukmu.”
“Ah…, begitulah perempuan, semua perempuan itu sama saja, selalu membuat teka-teki yang sulit dipecahkan. Selalu membuat lambang-lambang yang tak pernah bisa dimengerti. Apa sih maksudnya?, toh itu hanya akan membuat lelaki disalahkan atas ketidak tahuannya. Tak bisa kah para perempuan menerjemahkan maksudnya dalam bahasa yang gampang dipahami,” gumamku.
“Ya, itulah perempuan, ingin selalu dimengerti, menuntut kepekaan seorang laki-laki, dan sangat mudah terbawa perasaannya sendiri. Kehadiran perempuan memang selalu memperumit dunia ini, selalu saja. Para perempuan bisa mengubah hal yang sangat sederhana, menjadi labirin mematikan untuk para lelakinya. Penuh dengan jebakan, tipu daya, serta trik untuk membuatnya selalu benar, contoh saja Adam, lelaki pertama yang diciptakan,” balasnya.
aku terkejut dengan hal itu, kenapa ia malah setuju dengan pendapatku? lalu Ia melanjutkan lagi. “Seperti itulah perempuan tercipta, ia terciptakan dari tulang rusuk dari lelakinya. Perempuan tercipta dari tulang rusuk bengkok sebelah kanan dari susunan genap tulang rusuk lelakinya. Mungkin ia sangat lemah, jadi dia ingin selalu dilindungi, baik dari orang lain ataupun dirinya sendiri. Rusuk itu juga bengkok, keras, dan sangat sulit untuk diluruskan. Tak dapat kau luruskan seketika, Maka dari itu, ia harus dimengerti, diikuti, dipahami, setiap lekukannya.”
“Iya, dan wanita adalah makhluk yang paling sulit diajak berfikir lurus,” celetuk ku.
Lalu ku dengar suara tawanya, tawa yang aneh, menenangkan tapi berbeda. aku juga ikut tertawa, mencoba tertawa, meski keadaan ku tak pantas untuk tertawa. Hingga kami tak kuasa, hingga hilang semua kedinginan yang ada. Hingga gelap yang ku rasakan menjelma warna.
“Tapi, meskipun begitu,” lanjutnya, “seorang perempuan, dengan segala kebengkokannya, dengan kekhilafan yang dibuatnya, hingga membuat para lelaki harus terusir dari surga, dengan sifat yang tak mau mengalah serat tak mau disalahkan, ia tetaplah ciptaan yang paling indah.” Kalimat itu berhenti sejenak, seolah aku harus memahaminya lebih dalam. “Perempuan adalah ciptaan terunik yang bisa menundukkan setiap pria, dan sekaligus jadi penentu dibalik keberhasilan dunia. Perempuan adalah ciptaan terindah, dengan cantik parasnya, dengan tutur lembutnya, serta kasih sayang yang ia miliki. Perempuan adalah makhluk yang bisa membuat dunia berada di telapak kakinya, tanpa kekerasan, tanpa permusuhan,” sekali lagi, aku dibuat sadar.
“aku setuju dengan hal itu,” aku menyetujuinya. “aku pernah jatuh hati pada seorang perempuan, ia berbeda, ia punya satu hal yang tak bisa ku ungkap dengan kata. Walau aku sudah melupakan semuanya, tapi tak bisa ku pungkiri aku masih sering mengingatnya sampai sekarang. Dan benar apa yang Engkau katakan, perempuan selalu bisa menaklukkan dunia. aku hampir dibuat gila olehnya, tujuh tahun lebih dunia ku jadi kacau hanya karena seorang perempuan,” ulas ku tentang semuanya.
Ia tetap mendengarkan dengan seksama, seolah hanya aku yang diperhatikan. aku merasa aneh sebenarnya, bagaimana Dia tetap mendengarkan cerita pahit itu. Cerita tentang orang lain yang pernah ku cintai, sedangkan Ia adalah kekasihku. Entah bagaimana Ia bisa sesabar itu, entah kenapa Ia tetap mendengarkan keluh-kesahku. aku merasa nyaman berada di dekatnya, aku merasa berada di tempat yang tepat untuk mencurahkan segala rasa ku.
“Jadi itu perempuan yang selalu ada dalam benakmu?” tanya-Nya sinis.
“Apakah Engkau cemburu??” tanyaku was-was, kalau-kalau Ia marah dan malah meninggalkanku lagi.
“Jelas Aku cemburu, sangat cemburu malah. Aku bisa saja menghancurkan segalanya karena perasaan cemburu ini.” aku mulai takut mendengar ancaman-Nya.
“Lalu apakah Engkau marah??” Pertanyaan bodoh macam apa ini!!, pastilah Dia marah sekarang. Buktinya Ia mengancam bias, menghancurkan segalanya, termasuk diriku, dan pasti Ia akan membunuh ku sekarang.
“Jelaslah, Aku marah. Aku adalah pecemburu paling ditakuti di dunia mu. Dan Aku tak rela jika kau hanya memikirkan gadis itu tanpa mengingat ku sama sekali.” aku sadar Dia sangat kecewa, aku pun sadar akan kesalahanku. “Tapi, Aku tau kau akan tetap kembali pada-Ku. Aku tau, kau hanya anak kecil yang masih tak bisa memandang duniamu dengan tepat, hahaha” selingan tawa itu menenangkan ku. “Jadi, kau akan selalu kembali, dengan membawa kekecewaan dari harapan mu sendiri kepadaku kan?.”
“aku mengakui kesalahanku. aku akui, aku bersalah telah mengejar bayang semu, berpaling dan lebih memilih khayalan ku sendiri.” ku akui semuanya. “Tapi. Apakah atak ada maaf untuk diriku yang hina ini??” pinta ku, mengiba.
“Maaf??!!” Jeda yang janggal hadir sebelum kalimat itu dilanjutkan. “Aku selalu memaafkanmu, kapan pun itu. Kalau Aku tak memaafkanmu, kenapa aku harus repot-repot hadir dalam gelap yang menyelimuti mu ini?”
“Terima kasih.” Ucap ku, lega. Hanya kata terima kasih yang bisa ku ungkapkan. Hanya ucapan terima kasih yang bisa ku ucapkan, setelah semua hal yang ku lalukan, dan aku masih mendapatkan maaf dari-Nya. aku tak menyalahkan siapa pun, tidak gadis itu, tidak pula waktu, aku hanya menyesali semua perbuatan bodoh ku.
“Kenapa?, masih merasa bersalah?, atau tak mampu merelakan?” kenapa Dia bisa tau apa yang aku pikirkan.
“Iya. selain itu aku juga merasa, aku tidak layak mendapat maaf dari-Mu.” aku berusaha jujur.
“Ya, itulah dirimu, seorang yang tak pernah luput dari kesalahan, mempunyai cacat dalam setiap perbuatan, serta tak sempurna,” jawab-Nya ketus.
“Lalu mengapa Engkau masih mau memaafkan ku??” aku merasa heran dengan sikapnya, yang seolah tanpa beban ketika memaafkan semua kesalahanku.
“Apakah harus ada alasan khusus untuk memaafkanmu?, kurasa tidak. Aku memberi maaf untukmu, karena kau mau meminta maaf. Tak peduli seberapa besar kesalahanmu, maaf-Ku masih lebih besar dari semua itu.”
Tiba-tiba hatiku bergetar hebat, aku serasa digoncang oleh badai yang maha dahsyat. Kalimat itu sungguh merasuk hingga sumsum tulang dalam diriku. Menembus semua ego yang telah membutakan ku, merusaknya, memusnahkannya, menghancurkannya bagai serpihan debu yang tertiup angin, hilang tak tersisa. Entah perasaan apa yang ku rasakan, seperti ada hal yang dahsyat telah merasuk ke dalam. Tenang, menenangkan, begitu dalam hingga aku hanya terpaku bungkam. Aneh, sangat aneh, hatiku yang kosong kini telah tergenapi dengan ucapan itu.
“Jika kau masih ragu,” lanjutnya. “Tutup matamu, masukan nama-Ku dalam hatimu dan jika hening yang kau rasakan, maka itulah maaf yang ku tujukan padamu.”
Sebenarnya, aku masih merasa bingung untuk mencerna maksud kalimat-Nya. Tak dapat sepenuhnya ku tafsirkan, tak pernah bisa, tak akan pernah bisa ku tafsirkan dengan sempurna. Hatiku yang sempit ini, apakah bisa menghadirkan nama-Nya?, terlebih lagi untuk menafsirkan kata-kata-Nya. Hati yang tak lebih besar dari sebutir pasir lautan ini, apakah bisa menulikan nama indah-Nya?, aku tak yakin. Apakah nama-Nya tak akan terhapus oleh derasnya arus samudera?, aku tak tau.
Di tengah samudra yang penuh dengan ribuan arus berbahaya, beribu arus yang bahkan bisa menenggelamkan ribuan kapal megah, beribu arus yang dapat menghapus semua kejayaan. Dalam arus berbahaya itu, apakah butir pasirku akan tetap aman, apakah bisa, pasir kecil ku mempertahankan nama yang diukirnya? Mungkinkah semua akan baik-baik saja, mungkinkah semua akan sesuai dengan apa yang aku inginkan. aku tak bisa melihat masa depan, jadi keraguan selalu saja menghantui ku dalam setiap keputusan.
“Baiklah, jika kau masih abu-abu. Memang kau diciptakan seperti itu, penuh dengan rasa ragu-ragu. Kau juga tercipta dengan rasa takut yang memburu. Hal itu memang sudah ada dalam dirimu, maka Aku tak heran, jika kau selalu merasa tak mampu. Kau memang di cipta selemah itu, jadi tak perlu merasa dirimu mampu hidup dalam kesendirian mu. Jangan pula merasa malu, Aku sudah tau semua itu, dan jangan pernah bilang, kau tak akan bersandar di pundak-Ku.”
“Jika kau merasa dunia sudah mengecewakan mu,” lanjut-Nya. “Jangan pernah malu untuk menangis di hadapan-Ku, Aku akan selalu menerima mu.”
Hatiku menjadi lebih tenang, aku tak merasakan apapun lagi, aku seperti hilang, ketenangan yang tak pernah bisa dibandingkan dengan pertemuan. aku hilang ditelan samudera cinta, aku menghilang tanpa bekas, hingga aku tak merasakan apa-apa. Menyatu dengan samudra cinta, ditelan dunia tanpa bahasa, yang ada hanya ketenangan. aku seperti hidup dalam dunia penuh makan, dalam dunia yang tak memerlukan bahasa.
Di sini, saat ini, aku baru sadar, ada yang mencintai ku tanpa alasan, ada yang mencintai ku tanpa tapi, ada cinta yang tak memerlukan janji. aku baru sadar, memang ada cinta yang tulus di dunia ini, aku baru sadar, penafsiran ku tentang cinta selama ini tak sepenuhnya benar. Ada cinta yang sangat putih, sangat lembut, dan sangat menyentuh. Lalu apa yang ku lakukan selama ini?, mengejar cinta wanita-wanita yang salah, hingga aku terluka sendiri. Terlalu banyak yang ku lewati, rasa cinta yang salah, perjuangan yang tak ada hasilnya, dan aku melupakan cinta yang sebenarnya.
“Tapi, jangan kau benci wanita-wanita itu! Jangan kau benci mereka, mereka adalah makhluk baik hati yang tak patut menerima kebencian mu. Perempuan tetaplah makhluk anggun yang diciptakan untuk mengisi dunia mu. Pandang mereka sebagai keindahan alam, dan tak perlu kau merusaknya untuk diabadikan dalam album mu. Perempuan adalah makhluk dengan rasa kasih sayang yang berlebih, kau sangat membutuhkan itu kan? Maka jangan benci dia, perempuan itu hanya perlu dimengerti, agar ia menyayangi.”
“Bila kau bertemu mereka dengan wajah kusut, segera ubah wajah itu, ganti dengan yang lebih ceria. Sebab mereka tak suka dengan wajah kusut mu itu, hidup mereka sudah penuh dengan masalah, beban mereka sangatlah besar. Maka jangan tambah kepenatan hati mereka dengan wajah muram mu, hadirkan senyum manis pada mereka, agar mereka ikut tersenyum pula.
“Jika aku boleh menyarankan, hilangkan sedikit sikap keras kepalamu, lunakkan sedikit hatimu saat berhadapan dengan mereka. Mereka tak membutuhkan ketegasan mu, baik pada mereka atau pada dirimu sendiri. Jadi ingat ini baik-baik, kau hanya perlu membiarkan semua berjalan apa adanya, berlalu dengan semestinya, dan berakhir dengan seharusnya. Semua hanya membutuhkan keteguhan hatimu sebagai seorang pria.”
Baru kali ini aku menyadari semua kesalahanku, aku mulai merasa pikiran ku harus diubah. Mungkin tidak semunya, tetapi memang harus ada yang disesuaikan, baik satu atau dua hal saja. Mungkin karena aku selalu melihat sikap tegas seorang panglima, seorang yang terus bertahan walaupun menghadapi pertempuran sengit dalam hidupnya. Hatiku terbentuk dari sikap tegasa dan kuat miliknya, dari seorang panglima perang yang membawa ku hingga titik ini. Jadi sepertinya aku terpengaruh dengan sikap yang selalu ditunjukkannya dalam kehidupan.
***
Kini aku terbelit dalam beribu pendapat, beribu hal masuk dalam benakku, banyak yang harus ku pertimbangkan. aku tunduk pada permintaan-Nya, aku juga ingin sedikit mengubah sikapku, tapi di sisi lain aku tak tau harus mengubah diriku menjadi apa. Bagaimana ku ubah diriku layaknya ular yang berganti kulitnya, aku tak mengenal cara itu. Lalu bagaimana bisa ku lakukan?, aku tak mungkin berubah menjadi orang lain atau menjadi seorang penjilat, seperti orang lain. aku hanya bisa mengubah sikapku, bukan sifatku.
Jika saja dapat ku artikan kalimat panjang yang baru saja ku dengar dari-Nya. Jika saja aku mampu menafsirkan lebih banyak apa yang barusan Dia ucapkan. Mungkin hanya butuh beberapa waktu untuk mengubah diriku menjadi seseorang yang lebih baik. Mungkin semua akan lebih mudah jika aku mampu menafsirkannya dengan tepat.
aku sungguh pusing dibuat-Nya, hal yang membuat ku bimbang dengan semua yang telah ku lakukan, dan tak ada hasil dari pikiran ku yang terus berputar-putar. aku lelah, aku ingin beristirahat. Andai saja ada yang bisa memeluk ku dalam dekap hangat, tenang, mendamaikan, tak terganggu oleh masalah dunia. aku ingin tidur di pangkuan-Nya, memastikan diriku aman dari semua permasalahan, seolah hari esok tak akan pernah datang.
“Sudah, kita cukupkan pembicaraan kita. Pesan-Ku hanya satu, kau harus lebih bijak dalam melangkah. Mengambil keputusan tak semudah memilih baju. Perbaiki dulu hatimu yang rusak, dan mulailah berfikir dengan nalar yang normal.”
“Sekarang, buka matamu, kau terlalu lama memejamkannya hanya untuk bertemu dengan-Ku. Buka matamu itu dan cahaya akan kembali masuk ke dalamnya. Dirimu terlalu lama memejamkan mata hingga gelap terus menyelimuti mu seperti malam. Bila kau ingin berjalan, bukalah matamu agar kau tau apa yang ada di hadapanmu, agar kau dapat menentukan ke mana kakimu melangkah.
aku sedikit tercengang, apa mungkin aku terlalu lama dalam pejam? Mungkinkah aku hanya memejamkan mata, hingga hanya gelap yang ku rasakan. Apa mungkin diriku hanya memejamkan mata terlalu lama, hingga cahaya yang ku inginkan tak pernah datang. Mungkinkah?, mungkinkah?, mungkinkah hanya itu yang ku lakukan hingga saat ini?
Perlahan ku coba, aku mencoba untuk membuak mataku kembali agar cahaya datang kepadanya. ku coba untuk membuka kembali mataku yang terpejam, dan perlahan cahaya merambat masuk dalam dunia ku yang gelap. Ya, ternyata aku hanya menutup mata, tak ku sadari jika mataku hanya tertutup hingga gelap menyelimuti ku bagai malam. Kini hidupku kembali menemukan cahaya, aku kembali pada kenyataan, kembali pada teman-teman serta keluargaku di dunia nyata. aku kembali pada hingar-bingar permainan dunia yang kejam, aku kembali pada semua yang ku tinggalkan saat terpejam. Tapi dengan datangnya cahaya serta kehidupan nyata ku, aku merasa sosok-Nya menghilang…
Sekian
Sismaku@
Malang, 12 Februari 2019
0 Komentar