“Kenapa?”-Ku, Bukan Untukmu
“Assalamualaikum. Rin, mau tanya, tugas yg kemarin itu gimana??” Chat awalku memulai percakapan.
Lama tak ada jawaban dari chat yang ku kirimkan, hampir satu jam aku hanya memandang layar kosong. Aku masih menunggu jawaban, cahatnya masih belum terbaca, tak ada balasan dari penerima. Apa mungkin chatku tak sampai?, lalu apa yang dilakukan sistem, hingga cahtku tak sampai?, apa karena jaringan, atau karena paket dataku yang habis?. Ah.., bosan juga menunggu, mungkin ia sudah tidur, mungkin sebaiknya aku membaringkan tubuhku di kasur tipis kamar kosku.
Tiba-tiba ada bunyi notivikasi masuk, ada chat masuk dari Rindu. “Maaf Din, td aku lagi sibuk, jadi gk sempet buka chat dari kamu.” Tulisnya dalam chat.
Aku sempat bingung, mana mungkin anak sekarang tak punya waktu untuk membuka chat. Sedangkan setiap saat android selalu ada digengaman, lalu bagaiman bisa chatku tak terbaca?. Sepanjang yang ku tau, sesibuk apapun seseorang, entah beberapa detik atau untuk waktu yang lama, generasi melenial tidak akan lupa membuka androidnya. Tapi tak tau lah, semua orang punya kesibukan masing-masing, dan aku tak mau mencampuri itu.
Untuk menghormatinya, ku balas chat itu. Meski tak ada jaminan chatku akan dibalas olehnya, sebab kini telah larut malam. “Oh iya, gpp. Cuma mau tanya, tugas minggu kemarin gimana?, dikumpulkan besok, atau minggu depan?” Ku kirim chat itu melalui whasapp, entahlah dia membacanya atau tidak, aku hanya mengirimnya tanpa pamrih.
Malam semakin larut, ku coba detik demi detik menguatkan diriku, ku coba menahan kantuk. Aku mencoba tetap terjaga, menyingkap lelah menunggu balasan chat dari Rindu. Ah sial, mungkin Rindu sudah tidur, mungkin aku yang terlalu berharap, mungkin aku harus tidur, mungkin besok chat ku akan dibalas.
***
Pagi ini aku bangun, tidak lebih pagi dari biasannya, mungkin matahari sudah melewati setengah perjalanan. Aku mencari androidku, hal peertama yang ku cari seperti kebanyakan anak-anak melenial. Seperti biasa, aku masih dalam keadaan sadar dan tak sadarku, mencoba meraih sadar cahaya matahari. Tapi bukan cahaya matahari yang ku cari, aku lebih sibuk mencari androidku ku tersayang.
Saat ku temukan androidku, ku buka dan ku temukan notif dari chat Rindu pagi tadi. Aku buka chat itu, dan berharap ada suatu hal yang terjadi. Mungkin Rindu.., mungkin…, Rindu, mungkin, tapi itu mungkin, dan hanya sebuah kemungkinan.
Rindu hanya membalas, “Minggu depan”. Cuma itu yang ia tulis dalam chatnya.
Oke, berarti aku bisa memperbaiki tugasku, mungkin sedikit perbaikan, di bebrapa hal yang salah, dan bebrapa hal harus ditambahkan. Dibagian dua aku masih butuh banyak teori pendukung, dibagian empat harus ku tambah kesimpulannya. Aku hanya butuh beberapa perbaikan di beberapa tempat untuk menyelesaikan tugas dosen menyebalkan ini.
Tapi masih ada yang menganjal dalam pikiranku, kenapa Rindu begitu lama membalas chatku. Dia Cuma menuliskan dua kata untuk menjawab cahtku, tapi kenapa butuh waktu semalaman untuk menuliskannya. Padahal cuma dua kata yang ia tuliskan untuk menjawab pertanyaan ku. Apa masalahnya coba?, membalas dengan dua kata saja ia sangat lama. Apa terlalu malam ku kirimkan chatku pada Rindu, hingga ia merasa terganggu.
Aku jadi memikirkan hal itu, kenapa chat Rindu begitu lama dan sangat singkat. Tak jadi masalah tentang tugas yang dikumpulkan minggu depan, aku hanya kepikiran tentang jawaban Rindu pada ku. Waktu untuk membalas chatku sangat lama, hampir delapan jam, dan hanya untuk memikirkan serta menulis ‘Minggu depan’. Maksudku seberapa lama sih menulis kalimat ‘Minggu depan’, apa seperti mengarang cerita pendek, atau seperti mengarang puisi. Atau mungkin seperti mengarang novel?. Tidak perlu waktu selama itu kan?, tak mungkin orang menulis kalimat ‘Minggu depan’ butuh waktu delapan jam.
Ah terserah lah, waktu untuk kuliah sudah hampir tiba, dan aku harus bersiap-siap. Aku terhuyung, menghamburkan diriku keluar ke jalan, melangkahkan kaki menuju ke kampus. Sebenarnya rasa malas sedikit memaksa ku untuk kembali mengetupkan mata, tapi motivasi ku kembali melecutkan cambuk setiap pagi. Tapi karena kebiasaanku, lecutan itu selalu terasa saat matahari sedang meraih semangatnya. Tapi tak apalah, tak ada salahnya bangun siang, toh aku juga menemani bulan saat ia ditelan oleh dinginnya sunyi.
Oh iya, aku sampai lupa, hari ini aku ada janji dengan dosen untuk konsultasi proposal penelitian. Baiklah, setelah kelas membosankan hari ini, aku akan menemui dosen menyebalkan itu. mungkin sudah saatnya aku bekerja keras untuk kuliahku di semester ini. Tak akan ku sebut semester ini yang terburuk, sebab setiap semester punya hal buruk dan kesulitannya sendiri, yang membuatku harus bekerja ekstra.
***
Kelas hari ini telah selesai, sekarang aku harus menuju ruang dosen untuk menemui dosen. Terserah apa yang akan terjadi, yang penting aku menemuinya dulu.
“Permisi pak, saya mau konsultasi soal proposal saya”. Aku duduk di depan dosen itu dan memulai mengkonsultasikan proposalku.
Seperti biasa, ia tetap dengan muka masam serta tatapan tajam merendahkan. Baiklah, aku terima itu dengan lapang dada, tak apalah, hal itu memang selalu dilakukan dosen pada mahasiswa yang tidak disukai. Biarlah tak ada yang salah tentang hal itu, dan semua itu sangat lumrah di kalangan mahasiswa. Lalu aku dipersilakan duduk dengan muka tawar.
***
Setelah ku jelaskan semua pemikiran ku pada beliau, sedikit berdebat masalah metode yang ku gunakan, serta memilih beberapa teori yang disepakati, akhirnya selesai urusanku dengan beliau. Lumayan lama ternyata aku berdiskusi dengan beliau, terlalu panjang pembahasan yang beliau uraikan, hingga aku tak bisa mengambil intinya. Jadi hanya ku ambil teori-teori yang memang sudah ku kenal untuk ku tambahkan dalam proposalku.
Ah sudahlah, masalah proposal biar nanti saja ku kerjakan lagi, sekarang aku harus pergi. Tapi sebelum aku beranjak dari tempatku, tiba-tiba Rindu datang, masuk begitu saja melalui pintu depan. Ia berjalan, menuju salah satu tempat, mungkin juga mau konsultasi tentang proposalnya, yang jelas pada dosen lain. Rindu melewatiku yang masih terduduk kaku, ia menatap ku dengan senyum termanis pada bibirnya. Senyum yang begitu manis, yang pernah ku intip dari kedua lubang mataku selama ini, dari seorang Rindu. Senyum Rindu begitu manis, senyum itu bahkan lebih manis dari madu paling manis di pekarangan Surga. ‘Oh Tuhan, bagaimana engkau menciptakan seorang gadis semanis ini??’, ucapku dalam hati.
Aku membalas senyum manis itu, masih dalam kekaguman, yang entah bagi mana ku jelaskan pada kalian. Matanya pun tertuju padaku, seolah, dan hanya akulah yang ada dalam sisi ruang matanya. Aku semakin dibuat tak kuasa, ia begitu anggun, bagaikan purnama setelah senja, menenangkan dengan curahan cahayanya. Sorot matanya itu, sangat menusuk, menancap pada hatiku dan tak bisa ku lepaskan. Kenapa hatiku yang terpanah oleh tatap matanya, padahal kami hanya saling bertatap mata. Kenapa hati juga ikut campur dalam masalah ini, aku tak mengerti.
Segera aku pamit pada dosen, dan pergi meninggalkan ruangan. Ku percepat langkah kakiku, aku tak mau lebih lama memandang paras cantik itu, aku takut. Sebenarnya masih terbayang wajah manis itu, apalagi senyum yang merekah merah bak bunga mawar darinya. Kalian tau, betapa indahnya wajah itu?, sungguh aku tak kuasa menghilangkannya dari ingatan. Seandainya masa tak cepat berlalu, aku pasti masih bisa melihat senyum manisnya. Tapi itu hanya hayalku yang kaku, hidupku penuh dengan putaran waktu yang tentu.
***
“Hy, kalau senyum jangan manis2, kasihan yg lain, nanti kena diabetes.” Ku kirim caht itu pada Rindu setelah aku merasa cukup jauh darinya. Lama memang tak terjawab, apalagi cuaca memang sedang panas hari ini. Mungkin ia tidur karena kecapekan dengan kegiatan selama satu hari ini, atau ia masih belum selesai berdebat dengan dosen. Mungkin ia butuh waktu lebih lama lagi untuk membalas chat dariku, seperti biasanya.
‘Ting’, suara notif terdengar oleh telingaku, samar memang, tapi cukup terdengar oleh telingaku yang masih awas. Ku buka chat itu, sempat aku terkejut dengan pengirimnya, ternyata Rindu yang mengirimnya. Ia menuliskan “Huusssss istigfar” ditambah dengan emot lucu seseorang menutup muka.
Aku tertawa terpingkal-pingkal membaca chat dari Rindu. Tawa keras tak bisa ku tahan saat membaca chat darinya, sungguh aku tak dapat menahan tawa. Entahlah, ada kepuasan tersendiri ketika Rindu membalas chatku, ada rasa puas ketika candaanku ditanggapi olehnya. Kalian bisa bayangkan betapa merahnya muka Rindu?, ya, aku hanya membayangkan wajah manis itu sedang merekah merah karena tersipu malu. Tapi itu semua hanya dugaanku saja, hal itu bisa terjadi bisa juga tidak, aku kan tak bisa melihatnya langsung. Mungkin lucu juga, jika hal itu benar, dan mungkin aku akan jadi orang yang beruntung jika bisa melihatnya langsung lain kali.
Setelah semua tawa yang tak tertahan itu, aku malah kesulitan mencari bahan untuk melanjutkan obrolan ini. Kalian pernah sadar nggak, mencari topik pembicaraan itu sangat sulit dan melelahkan. Mungkin ini kritik untuk kalian para perempuan, sekali-kali tolonglah cari topik pembicaraan, agar kami para pria juga bisa membalas kalian. Ya, kami para pria itu juga ingin kalian tau rasa bingung mencari topik pembicaraan.
Kembali pada masalah kebuntuanku mencari topik pembicaraan. Kalian para pria pasti tau bagaimana sulitnya, dan aku juga tak mau kehilangan moment untuk menggodanya. Aku ingin, lebih membuatnya tersipu malu, membuat pipinya lebih merah dari sebelumnya. Kalian para pria pasti setuju, membuat pipi seorang perempuan lebih merah adalah kebahagiaan tersendiri bagi kita. Tapi apa kalimat yang pas untuk menggoda Rindu?, aku masih tak menemukannya. Aku ingin memberikan kesan pada Rindu, menunjukan diriku ada, membuat diriku diingat. Meskipun aku hanya akan diingat sebagai orang yang menjengkelkan, tapi setidaknya masih teringat.
Akhirnya, setelah begitu banyak hal yang terfikirkan, aku menemukan kata yang tepat untuk ku kirim pada Rindu. “kan semua yg manis itu menyebabkan diabetes.” Ku kirim chat itu.
“gk juga!!, kalau kamu banyak makan gula, baru kena diabetes.” Balasnya polos.
Dan aku makin gencar menggodanya, “oh, berarti senyummu gk bahaya donk?”
“udah, udah! Ngomongnya jadi ke mana-mana.” Pungkasnya mengakhiri.
Aku sedikit was-was dengan chat terakhirnya. Sepertinya ia marah dengan candaanku, yang terus memojokkannya. Tapi aku juga tak dapat menahan, baik tawa maupun caraku menggodanya. Hal itu sungguh mengelitikku, hingga aku tak bisa menahan tawaku. Kalian tau betapa meyenangkannya hal itu?, hal itu sungguh sangat menyengkan.
Tapi sepertinya ia marah, baiklah mungkin aku sudah keterlaluan, ku kira aku harus minta maaf. “Rin, maaf ya, tadi cuma bercanda lho..” ku kirim chat itu pada Rindu.
“Iya, tapi jangan kelewatan kalau becanda.” Balasnya.
Aku hanya membalas dengan emot senyum termanis yang ada pada papan ketikku. Setelah itu tak ada lagi balasan darinya, mungkin masih ada yang mengganjal, atau ia tak ingin membalas chatku. Aku tak melanjutkan, ku akhiri chatku dengan diam agar ia merasa tenang. Aku harap ia benar-benar memaafkan atas kelakuan ku tadi.
***
Beberapa hari ini aku tak mengirim chat pada rindu. Mungkin karena…, oh entahlah, apapun kemungkinannya aku masih tak bisa merumuskannya dengan kata. Asal kalian tau, sejak saat aku tertawa terpingkal-pingkal karena mengoda Rindu, aku jadi sadar ada sesuatu yang aku rasakan. Perasaan yang jarang sekali aku rasakan, tiba-tiba hadir kembali bersama rindu yang manis itu.
Jujur saja, aku mulai merasakan getar cinta dalam dada. Ada rasa yang begitu manis, ketika malam mulai menjelang, dan bayang wajahnya hinggap di lamunanku. Terkadang kudapati seuntai senyum tergambar dalam wajahku ketika lamunanku berhenti pada wajah itu. Terkadang perasaan aneh juga timbul, ketika ku baca kembali percakapan kami dalam chat.
Aku jadi seperti orang gila, kadang tersenyum sendiri, kadang tertawa terpingkal-pingkal, kadang tersipu malu sebab kekoyolanku. Ah.., orang waras ini jadi gila karena rindu. Lalu apa yang akan terjadi jika Rindu tak merasakan hal yang sama? Kalian bisa bayangkan bagaimana kecewa diriku ketika hal itu benar terjadi? Atau aku tidak akan merasakan apapun saat kekecewaan itu sudah tiba? Sepertinya harus ada yang memberitahuku, karena aku benar-benar tak tau.
Aduh, apa yang aku pikirkan, kenapa jadi terlalu jauh seperti ini aku memaknai perasaan ku sendiri. mungkin karena Rindu yang terlalu manis, atau karena diriku sendiri yang terlalu berharap. Yang jelas, karena semua hal itu, aku jadi hilang dalam lamunanku sendiri. Aku tertelan dalam sebuah kata yang sering diungkapkan oleh sebagian orang sebagai ‘kekaguman’. Sosok manis itu sungguh menenggelamkanku dalam samudera senyuman manisnya.
Ada bebrapa alasan kenapa aku sampai saat ini tak ingin menghubunginya untuk sementara. Pertama, mungkin aku ingin dia juga memulai pembicaraan agar tak hanya aku yang terlihat mengejarnya. Bukan karena gengsi atau hal lain, aku hanya ingin tau, apakah diriku ini berarti untuknya. Maka dari itu aku menghilang, untuk beberapa saat, untuk memberinya jeda.
Alasan kedua, aku juga ingin dia merasakan, bagaimana seseorang memulai pembicaraan. Mencari topik yang pas, agar pembicaraan terus berlanjut hingga kantuk menyapa. Aku pikir semua orang punya hal untuk ditanyakan, tentang perasaan, atau hal-hal lain yang menumbuhkan keingin tahuan. Semua orang pasti punya keinginan untuk tau kehidupan orang lain, tinggal bagaimana memulai untuk bertanya. Kalau memang hal itu terlalu sulit, apakah menanyakan kabar juga hal yang sulit?, mungkin.
Lalu aku juga ingin menunggu, walaupun itu bukan sikap yang seharusnya ku miliki. Tapi aku ingin tau, apakah ia punya perhatian yang sama sepertiku. Aku hanya ingin tau bagaimana ia menanggapi sikap diam ku, setelah semua perhatian yang ku berikan selama ini. Bukanya aku ingin diperhatikan, tapi apa gunanya punya perhatian lebih pada seseorang, yang tak membalas itu semua. Biarlah hanya patung yang mendapat pujian atas keindahan bentuknya tanpa mengucapkan terima kasih.
Tapi hal itu seperti sia-sia, sepertinya pertanyaan ‘kenapa’ tidak akan sampai kepadaku kali ini. mungkin ia tak pernah ingin tau tentang hidupku yang penuh dengan canda tawa. Mungkin ia juga menganggap hidupku penuh dengan keseriusan akan tugas dan tanggung jawab sebagai seseorang. Mungkin ia layaknya perempuan-perempuaan lain yang haus akan perhatian, tanpa ingin tau apa yang aku rasakan.
Perhatian, bagaimana ku devinisikan kata itu?, ia seolah selalu ada dalam diri perempuan. Sebenarnya perempuan adalah makhluk yang penuh dengan rasa perhatian, tapi kenapa mereka selalu menuntut untuk diperhatikan. Semua hal tentang perhatian bisa diwujudkan dengan kata ‘kenapa’. Tapi kata yang ku punya sangat terbatas, kadang aku kehabisan kata ‘kenapa’ dalam percakapan. Aku pun ingin diberi kata ‘kenapa’ pada satu hal. Kata ‘kenapa’ bisa membuat ku mengungkapkan setiap inci dari yang aku rasakan. Sebab menurut ku, perasaan manusia tak akan pernah keluar tanpa ada kata ‘kenapa’ dari orang lain.
***
Hari berganti, berlalu begitu saja tanpa ada suatu yang pasti. Masih tak ada pertanyaan ‘kenapa’ dalam chatku yang kosong, malah tak ada tanda-tanda caht itu akan datang. Sebenarnya aku ingin menyapanya, tapi apakah harus aku yang selalu memulai terlebih dahulu?. Ku rasa hal itu pun juga berdampak buruk bagi diriku sendiri, untuk apa memulai jika semua akan berakhir di tengah jalan. Untuk apa memulai jika akhirnya hanya satu orang yang bertahan.
Tapi aku berfikir ulang, mungkin itu hanya keegoisanku saja, memang aku yang harus bertanya ‘kenapa’. Aku tak mengharapkan orang lain bertanya ‘kenapa’, sebab memang aku yang harus mengatakannya. Mungkin tanpa kata ‘kenapa’, perasaan harus tetap tersampaikan. Jujur aku khawatir, jika perasaan ini terus ku simpan, lama-lama ia akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja tanpa diduga, dan aku tak mau itu. Kalian harus berhati-hati dengan bom waktu yang terbuat dari perasaan, mungkin ia bisa melegakan dada yang sesak, tapi ia tak pernah berdampak baik setelahnya.
Tapi ku urungkan niat untuk memulai percakapan dengan Rindu. Aku masih terganggu dengan berbagi masalah yang membelenggu pikiran dan hatiku. Entahlah, begitu banyak masalah yang datang saat aku ingin sekali menyapa gadis itu. Perhatianku masih tersita oleh banyak hal, sampai aku hampir gila dibuatnya. Masalah yang ku alami sekarang seperti menuntut untuk fokus pada satu hal saja. Akhirnya aku hanya mengirim salam dan beberapa emotikon gila melalui chat pada Rindu.
Tapi kalian jangan bilang-bilang padanya kalau aku sedang mencari perhatiannya. Biar dia bertanya, kenapa aku melakukan hal itu, biar ada kata ‘kenapa’ darinya untukku setelah ini. Agar rinduku juga terjawab, agar perhatian ku tak sia-sia. Mungkin dengan ini ia bisa bertanya kenapa, mungkin, ini hanya kemungkinan yang selalu ku bicarakan.
Sekian.
Sismaku@
Malang, 16 Januari 2019
0 Komentar