Kalian yang Ku Rindukan
Sebuah foto kutemukan dalam kotak yang lama tak ku buka, berisi potret kenangan ku bersama teman-teman di akhir masa sekolah dulu. Umur ku baru menginjak 15 tahun waktu itu, masih cukup muda dan darahku begitu panas. Semangat tak pernah memudar, walau kadang masa sulit terbentang di kedua bola mata. Tak pernah ada rasa takut akan hari yang telah terlewati, detik ini, ataupun esok yang tak tau datang atau tidak. Aku waktu itu hanya mendengarkan jeritan batinku, jeritan pemberontak remaja yang penuh dengan rasa keingin tahunan. Tak ada kata menyerah, meski semangat sudah di ambang batas kehancuran.
Kadang aku merasa rindu melihat foto kenangan itu, beserta lagu Kita Selamanya dari Bondan Prakoso. Lagu itu kami nyanyikan ketika perpisahan sekolah, saat semua pelajaran sudah selesai, dan hanya tinggal menunggu pengumuman. Hari-hari sebelum pengumuman kelulusan menjadi sangat membosankan dan tak ada gunanya, setiap orang hanya bisa duduk di bangkunya tanpa tau harus melakukan apa.
Dalam kebosanan yang terus menjalari tubuh kami, kami sering membentuk lingkaran, membicarakan hal-hal masa lalu saat pertama masuk sekolah. Membicarakan beberapa kejadian mengesankan yang kami alami selama tiga tahun terakhir. Kejadian-kejadian aneh, berkesan, memalukan dan beberapa kejadian yang patut untuk disimpan dalam hati sebagai kenangan terindah masa sekolah. Kami saling mengomentari beberapa kejadian yang menurut kami patut ditanggapi. Masa itu tergambar dalam potret kebersamaan kami dengan seragam sekolah yang tak dimasukkan dan penampilan apa adanya.
Kenangan itu terasa jelas sekali untukku, seperti baru kemarin aku melewatinya. Seperti kemarin aku berdiri di tempat itu, bersama teman-teman yang kini entah ke mana. Masih ku ingat jelas detik-detik yang kami jalani bersama dalam sebuah kebersamaan. Menjadi sebuah keluarga yang dipertemukan oleh sistem pengelompokan sekolah dalam sebuah kelas. Kami memang terpilih menjadi kelas paling menjengkelkan bagi para guru, entahlah kenapa hal itu bisa terjadi. Mungkin karena ada anak paling bandel di kelas kami, atau memang kami yang tak bisa diajari. Yang jelas aku selalu memandang setiap temanku punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan yang terpenting rasa persaudaraan kami terbangun dalam kelas yang paling dibenci oleh para guru.
Aku rindu dengan hal itu, berkumpul bersama teman-teman, membahas segala hal tentang dunia kami. Ketika ku lihat kembali foto itu, aku menemukan kerinduan, saat bersama orang-orang yang dulu punya keinginan meraih cita-cita bersama, menyibukkan diri dengan khayalan-khayalan luar biasa. Aku tak tau keman mereka sekarang, sedang aku sendiri telah terdampar jauh dari rumah untuk mengejar sebuah cita-cita. Banyak kisah yang telah terjadi setelah aku berpisah dengan mereka, tak ada yang tau tentang kabar mereka satu sama lain, aku pun juga tak tau. Semua sudah menghilang, mungkin bisa dikatakan sibuk dengan urusan masing-masing, sebagai seorang yang telah dewasa.
Ku kembali menekuni potret di tanganku, dan aku kembali teringat masa itu. Masa di mana, aku dan teman-temanku selalu melantunkan lagu-lagu Bondan, karena liriknya yang memberi motivasi diri. Salah satu temanku, Pars, selalu berkata “Suatu saat aku ingin membuat lagu dan menjadi penyanyi seperti Bondan.” Dan kami pun tertawa, tak pernah ada yang percaya akan hal itu, dan Pras hanya bisa meyakinkan kembali pada yang lain. Pras adalah orang yang sangat percaya diri, ia meyakini cita-citanya akan terwujud suatu saat nanti. Ia adalah salah satu pemimpi gila dalam kelompok kami, tak peduli keterbatasan kehidupannya, ia selalu meyakini apa yang menjadi keinginannya.
Terkadang aku iri kepadanya, punya rasa kepercayaan yang besar, tanpa takut terjatuh saat melangkah. Ia tak punya rasa takut gagal dalam memperjuangkan keinginan, baginya kegagalan bukan hal yang penting untuk dipikirkan. Walaupun ia gagal setidaknya ia pernah mencoba, dan hal tersebut akan menjadi kenangan seseorang lebih berarti ketika mengingatnya kembali. kenangan itu yang nanti tertulis, dalam lembar kehidupan sebagai rekaman memori jiwa. Mungkin hal itu yang seharusnya ku contoh dari diri Pras, ia yang tak takut melangkah dalam hal apapun, seperti lirik lagu Bondan yang menyuarakan semangat membara.
Aku juga teringat sosok Didi, ia yang selalu menghayati setiap syair yang kami nyanyikan. Mencoba merasakan pengalaman dalam lirik lagu tersebut, dan berkhayal itu adalah hidupnya. Didi selalu bilang, “Ini lagu ku, lagu yang mewakili perasaan ku sepenuhnya.” Kami coba menahan tawa, melihat tingkah konyol Didi yang terus saja mengungkapkan perasaannya. Kadang ia memperagakannya dengan gerakan tubuh agar lebih meyakinkan. Dengan sepatah kata-kata bijak, ia menutup pertunjukan itu, setelah lagu selesai dinyanyikan.
Aku tak mengerti kadang tindakanya, seolah ia benar-benar merasakan perasaan lagu itu. Seorang yang penuh penghayatan, merasukkan syair dalam dirinya, atau dia yang terhanyut dalam syair tersebut. Entahlah, pikiran seseorang memang tak bisa ditebak, terlalu rumit untuk dimengerti. Pada hal-hal tertentu memang temanku yang satu ini selalu melibatkan perasaannya. Menghayati penuh makana, dengan penafsiran liar tak terbatas. hal yang bisa disebuat dengan kegilaan seseorang, dan itu terjadi pada temanku Didi, seorang remaja yang masih mencari jati dirinya.
Sama seperti ku, aku juga sedang mencari jati diri waktu itu. Berurusan dengan beberapa pihak sekolah, bolos sekolah, semua yang ku anggap dulu sebagai kenakalan remaja. Berurusan dengan orang-orang yang tak menyukai ku, berhadapan dengan mereka, walau akhirnya aku pula yang kalah. Tapi bagiku itu sudah cukup, setidaknya aku tau, diriku bukan seorang pengecut. Keberanian masih tumbuh dalam dadaku, walau hanya keberanian itu yang masih tersisa.
Tapi keberanian itu tak muncul, ketika aku berhadapan dengan seorang wanita. Sosok cantik yang ada dalam kelas kami yang telah merenggut hatiku, juga merenggut keberanian dalam dadaku. Dan aku hanya bisa terus terdiam, menahan rasa yang seperti ombak samudera, menggelegar layaknya petir saat badai. Perasaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, terlebih lagi untuk dibuktikan.
Aku teringat wajahnya ketika malam tiba dengan membawa aroma kesunyian. Dia yang selalu ada dalam setiap lamunan malam ku, menoreh sebuah rasa, membekas mengisi relung jiwa. Dia yang tercantik diantara semuanya, menjadi rebutan setiap kaum adam, dan termasuk aku yang jatuh hati kepadanya. Tapi tak pernah bisa ku ungkapkan rasa ku pada dirinya, semuanya hanya tersimpan dalam dada, mengikuti alunan merdu sebuah lagu cinta. Semua terpendam dalam dada, dan tak pernah bisa ku ungkapkan melalui kata.
Risa, dia adalah Risa, anak paling cantik di kelas kami yang menjadi rebutan para kaum adam di kelas maupun sekolah. Banyak yang menaruh hati kepadanya, berharap rasa itu dibalas oleh Risa. Seperti aku mereka juga memendam rasa pada Risa, tapi mereka lebih berani untuk mengungkapkan perasaannya. Sedangkan aku hanya bisa mencintainya dalam diam, seperti patung melewatkan harinya di kerumunan masa. Aku tak seberani mereka, mampu menyatakan cintanya walau akhirnya ditolak juga. Risa yang menjadi mawar diantara beribu kumbang, tak ingin disentuh kelopaknya. Ia sosok anggun yang misterius membuat beribu kumbang terpesona akan kecantikannya.
Entahlah, mungkin sampai sekarang aku masih memendam rasa untuknya. Dia yang masih tetap ku rindukan, dan di pelupuk mata ini masih jelas tergambar wajah ayu darinya. Mungkin orang akan memandang, diriku bodoh, terus memendam rasa, seperti hati ini kuat menahan semunya. Detik demi detik ku lalui hanya dengan memandang wajahnya setiap hari, saat datang dan pulang sekolah. Hal itu tak pernah membuat ku bosan, aku tak pernah bisa bosan dengan wajahnya yang terlihat cantik setiap harinya. Hanya sebuah tatap yang ku butuhkan untuk membuat ku merasa diriku telah punya arti dalam dunia. Dan tatap itu hanya teruntuk sang pujaan hati yang terus saja ada dalam hatiku.
Tapi semua itu sudah menjadi kenangan, kenangan yang telah lama berlalu dan tak bisa ku ulang lagi. foto usang yang kini ku pegang hanya sebagai pengingat diriku akan masa sekolah. Aku hanya berharap kenangan ini terus hidup dalam hari-hari di mana aku menikmati kehidupan. Menjadi prasasti akan uniknya persahabatan dan cinta masa sekolah. Semua terangkum dalam lantunan nada kisah kehidupan ku di jagat raya, dan aku menikmati sifoni itu sebagai sebuah kenangan. Mengulang kembali memori-memori terpendam yang dulu pernah menjadi sebuah kisah. Lantunan-lantunan kehidupan yang membuat ku sampai pada titik di mana aku mengerti arti kehidupan. Pembakar api semangat untukku yang telah terlelap dalam sunyinya kehidupan.
Kenangan itu akan tetap ada, kubawa bersama foto usang pengingat diriku yang pernah punya semangat membara. Detik-detiknya akan selalu ku ingat sebagai pupuk cita-citaku dalam kehidupan. Mungkn waktu telah berlalu, meninggalkanku dalam kesendirian, tapi tertulis dalam lembaran ingatanku. Setiap detik yang berharga, menjadi sebuah kenangan yang ku rangkum dalam senyum ketika mengingatnya. Dan semoga, hal ini juga masih teringat oleh kalian, teman-temanku yang pernah mengukir kenangan bersamaku di sekolah, di mana pun kalian berada.
Sekian
Malang, 3 April 2018
0 Komentar