Draf Surat Untukmu


Draf Surat Untukmu

            Teruntuk pujaan hati yang tak pernah ku miliki, yang selalu hadir dalam setiap khayal ku, di pagi dan petang hari. Apa kabar mu hari ini?, aku menulis sebuah surat untuk mengungkapkan semua yang telah ku pendam. Mungkin caraku sedikit kuno di zaman yang serba moderen ini, zaman yang serba digital, tanpa ada batasan waktu dan tempat. Sebenarnya mudah bagiku untuk langsung mengirimkan pesan lewat media sosial atau pesan singkat, tapi aku takut. Menurut ku, cara itu malah akan membuat kita saling beradu argument masing-masing, tanpa ada yang mau mengalah, seperti yang sebelum-sebelumnya. Dan aku juga takut, ketika ku lakukan itu, akan banyak sekali daftar kesalahpahaman yang ada antara kita.
Jujur sebenarnya aku tak ingin membuat jarak antara kita, aku juga tak ingin merobek kembali persahabatan yang telah ku rajut sekian lama. Ya, waktu yang lama, sangat lama untuk ku merenungkan, bahwa antara kita hanyalah ada hubungan pertemanan. Mungkin memang aku memendam rasa, tapi aku sadar, rasa itu tak pantas ku sebut sebagai cinta. Biarlah aku menjadi pengagum mu, aku hanya ingin melihat wajah cantik itu tersenyum manis setiap pagi. Aku tak ingin menjadi pengganggu atas senyuman mu, maka dari itu aku ingin membuang jauh-jauh rasa ingin memilikimu. Bagiku sekarang, hanya senyum manismu yang ku inginkan, untuk ku lihat setiap malam, atau kapan saja.
Mungkin saat ini waktu yang tepat untuk mengubur semua perasaan ku, aku harus terima bahwa diriku tak pernah kau pilih sebagai tambatan hatimu. Memang aku merasa jika semua yang ku lakukan selam ini sungguh berat. Tak ada yang lebih berat ketika aku harus memendam rasa selama bertahun-tahun hanya untuk menunggu dirimu menyambut rasa ku. Aku memang bodoh, konyol dan keras kepala, dengan optimisme di luar batas, aku mencoba meyakinkan diriku bahwa kau akan menjadi milikku. Tapi semua itu salah, semua waktu yang telah ku korbankan sia-sia, tak ada hasil dari semua penantian ku, karena kau tak ingin menyambut rasa ku.
Jujur sebenarnya sangat berat bagiku untuk melupakan dirimu, aku yang terlanjur percaya akan luluh hatimu, sekrang sadar bahwa itu tak mungkin. Banyak sekali yang membuat ku yakin, akan rasa ku yang tersambut. Semua yang ku lewati, selalu ku cerna sebagai perasaan bahwa itu pertanda dirimu akan menerima ku. Tapi aku salah, semua hanya sebuah kewajaran yang terjadi pada setiap diri seorang manusia ketika menjalani kehidupan.
Dalam masa-masa itu, kadang aku bermimpi tentang mu, saat itu pasti aku sedang rindu kepadamu. Mungkin karena itu aku memimpikan wajah cantik dari dirimu yang ku rindukan. Kelihatanya memang wajar jika seorang yang sedang merindu memimpikan orang yang dirindukan. Tapi bagiku, itu sebuah hal yang sangat sakral, terjadi hanya beberapa kali dalam penantian ku. Semua mimpi yang ku lihat terasa sangat istimewa, dan setelah mimpi itu aku selalu melihat wajah mu. Di saat itu pula kurasakan detak jantung ku berubah, ada perasaan aneh yang selalu hadir ketika ku berjumpa dengan mu. Hari ku pun jadi berwarna, lebih indah, merasa surga sudah kulihat di depan mata.
Kadang aku juga merasa kita sangat dekat, seolah tak ada jarak yang membatasi hadir ku dan hadir mu. Aku merasa, kau selalu mengikuti ke mana langkah ku pergi, mungkin hanya berjarak beberapa kilometer dari tempat ku berada. Dan hal itu, selalu saja meyakinkan ku bahwa kau memang takdir ku, ada alasan dibalik semua kejadian yang ku alami selama ini.
Kadang kejadian paling konyol pun juga aku percayai, semua ku percaya agar makin yakin diriku bila kau adalah tambatan hatiku. Pernah dengar, bahwa ketika lidah kata tegigit oleh kita sendiri, pertanda ada orang yang memikirkan kita?. Aku percaya itu, dan aku meyakini bahwa saat itu kau sedang memikirkan ku. Padahal banyak orang di dunia ini yang memikirkan ku, entah itu karena rindu atau membenci ku. Tapi dengan konyolnya aku meyakini bahwa itu adalah kamu yang sedang memikirkan ku. Aku pun juga percaya bahwa melalui ramalan bintang kita cocok, tapi yang ku baca kita bukan cocok sebagai pasangan, tapi sebagai teman. Dan betapa naifnya aku mempercayai bahwa hubungan tak selalu didasari dengan hubungan asmara, hubungan pertemanan pun bisa dimasukkan dalam cinta. Semuanya yang berkaitan dengan mu selalu ku tafsirkan akan adanya penyatuan antara kita. Aku pun tertawa sendiri jika mengingat naifnya diriku tentang semua hal itu.
Tak berhenti sampai di situ, kadang aku melakukan hal yang lebih gila untuk mendapatkan perhatianmu, atau sekedar ingin tau tentang dirimu. Aku sering membagikan artikel tak jelas, hanya untuk merebut perhatianmu. Aku juga membuat akun palsu untuk sekedar tau tentang kegiatanmu. Entahlah itu salah atau benar, aku hanya melakukan apa yang menjadi keinginan hatiku. Semua itu adalah hal gila yang ku lakukan, untuk sekedar mendapat perhatian yang selama ini aku inginkan darimu. Aku sadar, itu membuat mu tak nyaman, aku pun sadar semua yang ku lakukan kadang membuat mu ingin marah. Tapi aku tak bisa menahan gejolak rasa di hatiku, untuk mengungkapkan pada dirimu bahwa diriku ada. Dan karena hal itu pula aku tau, betapa sabarnya dirimu menghadapi ku, menghadapi sifat kekanak-kanakkan ku, dan sifat keras kepalaku yang tak bisa ku lakukan.
Kadang perasaan cemburu juga datang, saat ku lihat dirimu berfoto dengan kekasih mu dalam media sosial. Hatiku serasa terbakar, rasanya seperti ditusuk seribu jarum tepat di hatiku, dihantam oleh pukulan mematikan, yang menyisakan sesak dalam dada. Aku sering terbakar cemburu, ketika kulihat foto mu terpajang bersama kekasih mu. Semua perasaan itu tak bisa ku ungkapkan melalui kata-kata, rasanya sakit tak terkira, diriku pun kadang hampir putus asa. Semuanya hanya menyisakan tangis dan harapan, ingin suatu saat, aku yang ada bersama dirimu dalam foto itu. Hal yang ingin kau wujudkan suatu saat, seperti yang selama ini ku khayal kan.
Lalu beberapa teman menyadarkan ku, kau tak bisa ku miliki sekarang. Semua yang ku inginkan hanya khayalan semu, yang tak tau ujung pangkalnya. Mereka bilang, engkau terlalu jauh untuk ku miliki, dan mereka menyarankan untuk menghapuskan rasa ini. aku setuju dengan mereka, tak ada jalan pasti untuk memiliki dirimu sampai saat ini. Aku juga merasa bahwa engkau terlalu jauh dari ku dalam tempat yang disebut dunia. Tapi berpuluh kali ku mencoba, beratus kali ku hilangkan rasa yang ada dalam dada, tak pernah ku bisa menghilangkan bayanganmu. Aku merasa tak ada jalan untukku melupakan mu, sebab selalu ada dirimu ketika aku ingin melupakan rasa ini. Hening yang selalu indah, bayang yang selalu sama, semua masuk dalam diriku ketika aku ingin mengakhiri rasa ini. sampai aku pada satu kesimpulan, bahwa memang tak pernah ada cara untuk melupakan mu.
Tapi kini semua harus ku lupakan, kau yang ku sebut dalam doa, harus perlahan ku hilangkan. Semua syair yang ku ciptakan untukmu, perlahan harus ku ubah peruntukkannya. Aku harus sadar sekarang, tak ada jalan untuk ku mendapatkan kasih sayang mu. Aku juga harus segera sadar bahwa apa yang ku rasakan hanyalah obsesi dan ambisi ku atas dirimu. Semua hanya tentang keegoisan ku, yang ingin mendapatkan mu, untuk ku jadikan kekasih. Mungkin rasa ini tak sesuci yang selama ini aku bayangkan. Maka dari itu, harus segera ku hapus semunya agar tak menimbulkan masalah bagi mu, bagi ku, dan orang lain. Aku hanya berharap ini keputusan tepat yang ku ambil, setelah tujuh tahun ku tersesat dalam rasa yang tak tentu.
Jika ku bayangkan, memang berat, aku pun tak yakin akan bisa melupakan rasa ini dan dirimu sepenuhnya. Karena sudah ku sebutkan tadi, aku tak bisa lepas dari bayangmu selama ini. Sebab selalu saja ada sebuah masa, di mana aku sangat merindukan wajah cantik yang menangkan itu. Entah itu karena obsesi ku akan dirimu, atau karena rasa ini memang tulus dari hati yang terdalam. Aku selalu saja berputar-putar dalam lingkaran yang mengembalikan ku pada satu titik, di mana aku merindukan mu. Tek pernah bisa ku lepaskan rasa rindu dan kagum ku akan kecantikan mu yang abadi. Semua terrantai kuat dalam hati, tak bisa ku lepaskan karena diriku tak membawa kuncinya. Dan perlu kau tau, bahwa ketika aku mencoba melupakan mu, aku selalu berada dalam kebimbangan yang tak berujung. Seolah tongakat yang selama ini menuntun ku hilang dari genggaman. Tapi tetap harus ku paksakan berjalan, dengan atau tanpa tongkat itu, aku harus terus berjalan.
Sebenarnya banyak yang ingin ku ungkapkan padamu melalui surat ini. Tapi aku sudah tak sanggup merangkai kata, untuk mengungkapkan perasaan ku. Terlalu banyak yang ingin ku ungkapkan, hingga aku lupa dengan kata-kataku sendiri. Yang ku ingat hanya dirimu, keanggunan mu dan semua yang ada pada dirimu. Entahlah apa aku bisa lepas dari semua ini, seperti yang ku katakan tadi, aku tak yakin dengan perasaan ku sendiri. Baru kali ini, aku benar-benar tak yakin akan perasaan ku sendiri.
Aku pun ragu untuk mengirimkan surat ini pada mu, seolah hati ini terus saja di hantui rasa ketakutan. Aku takut, kalau-kalau engkau tak bisa memahami apa yang ku maksudkan dalam surat ini. Karena sejauh yang ku tau tentang dirimu, engkau tak pernah bisa memahami maksudku pada sebuah kata-kata. Mungkin menurut mu rangkaian kata-kata ku kurang jelas, tak bisa kau pahami secara utuh. Aku yang selalu ingin mengungkapkan kekaguman ku padamu, tak pernah kau tanggapi dengan baik. Syair-syair yang berisi tentang namamu hanya engkau pandang, lalu kau buang seketika. Diriku jadi semakin ragu, kalau hal itu terulang, meski ini bukan sebuah ungkapan cinta, aku tetap ragu dengan semuanya. Aku hanya ingin mengungkapkan, bagaimana ku menyerah kalah atas keegoisanku sendiri. Dan aku ingin berpamitan, tak ingin ku ganggu lagi dirimu agar kau merasa nyaman dalam hidup ini.
Kini setelah tujuh tahun ku merindukan mu, aku akan menyerah, melepas yang memang bukan milikku. Aku hanya ingin kau bahagia, sebagai wujud dari sebuah rasa sayang ku pada dirimu. Terakhir yang bisa ku ucapkan, aku masih menyayangi mu setulus hatiku. Semoga kau bahagia di sana, dengan kekasih mu, dan seluruh kehidupan yang kau jalani. Salam manis dariku, sebatang tubuh yang sudah kehilangan tongkat penunjuk jalannya.
Sekian
(Sismaku)
Malang, 12 februari 2018

Posting Komentar

0 Komentar