Pembelajaran sastra di sekolah dan universitas seringkali terasa seperti sebuah perjalanan kembali ke masa lalu. Kanon sastra klasik, yang terdiri dari karya-karya abadi dari masa lampau, menjadi pusat kurikulum, dan siswa diharapkan untuk memahami gaya, tema, dan konteks sejarahnya. Namun, di era digital yang serba cepat ini, muncul pertanyaan penting: apakah pendekatan tradisional ini masih relevan? Sastra modern dihadapkan pada tantangan untuk tidak hanya menghargai warisan masa lalu, tetapi juga untuk merangkul dan memahami bentuk-bentuk narasi baru yang muncul dari platform digital. Pembelajaran sastra modern harus berfungsi sebagai jembatan, menghubungkan kebijaksanaan kuno dengan kompleksitas dunia kontemporer.
Melampaui Batasan Kertas
Sastra tidak lagi terbatas pada halaman-halaman buku cetak. Puisi muncul di media sosial dalam bentuk Instapoetry, novel berlanjut sebagai cerita interaktif di blog, dan narasi berkembang melalui podcast dan video. Bentuk-bentuk sastra baru ini menantang pemahaman kita tentang apa yang disebut "karya sastra." Mereka sering kali singkat, visual, dan interaktif, menuntut cara membaca yang berbeda dari novel tebal karya Dostoevsky atau puisi rumit karya T.S. Eliot.
0 Komentar